KHAZANAH SEJARAH:BEBERAPA CATATAN DARI DISKUSI DPP IMMIM TENTANG UCAPAN, "SELAMAT MERAYAKAN HARI NATAL"
by Ahmad M. Sewang
Hari Sabtu 21 Desember 2019, DPP IMMIM melaksanakan diskusi tentang menyikapi perayaan hari-hari besar agama lain. Dalam hal ini hari Natal yang tinggal tiga hari lagi saudara-saudara kita dari umat Kristeani akan merayakannya.
Pada pertemuan itu, penulis menyampaikan bahwa pada dasarnya ulama Islam baik Salaf atau pun Khalaf umumnya mereka memandang bahwa mengucapkan selamat hari Natal pada mereka adalah ikhtilaf. Umumnya ulama Salaf tidak memperbolehkan mengucapkan Selamat Merayakan Hari Natal, yaitu empat imam mazhab, Ibn Taimiah dan sebagian kecil ulama Khalaf, seperti Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz. Mereka khawatir, jangan sampai umat terjerumus ke dalam kemusyrikan, yaitu mempercayai bahwa Nabi Isa adalah anak Tuhan. Berbeda dengan Ulama Khalaf. Mereka membolehkan mengucapkan Selamat Merayakan hari Natal sebagai bagian berbuat baik pada sesama manusia, seperti diperintahkan oleh al-Quran. Ulama Khalaf yang membolehkan adalah Wahbah al-Zuhayli, Syekh Yusuf al-Qrdawi, Mufti Mesir, Syaraf Qudat. Di Indonesia, seperti Prof. Quraish Shihab Prof. Said Aqil, Prof. Din Syamsuddin, dan ulama lainnya
Penulis lebih cendrung sependapat para ulama Khalaf dengan pertimbangan negara kita berbhinneka dan untuk memelihara persatuan dan toleransi perlu saling hormat sesama bangsa Indonesia.
Walau demikian mereka bersepakat, ulama Salaf dan Khalaf, yaitu, "Mereka tidak membolehkan umat Islam untuk ikut serta dalam acara ibadah ritual mereka". Bagaimana, jika seseorang sebagai pejabat? Bisa saja meminta untuk mendahulukan seremonialnya, seperti mendahulukan untuk memberi sambutan dan setelah itu dia bisa minta izin meninggalkannya, seperti sudah banyak dicontohkan para pejabat. Perlakuan ini tidak bisa dimaknai tidak toleransi, tetapi justru sebagai bentuk realisasi pelaksanaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2.
Wassalam,
22 Desember 2019
Komentar