Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2008

ASAL NAMA MAKASSAR

Kota Makassar masih terbilang muda jika dibandingkan sejarah nama Makassar yang jauh menembus masa lampau. Tapi tahukah Anda muasal dan nilai luhur makna nama Makassar itu? Tiga hari berturut-turut Baginda Raja Tallo ke-VI Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mallingkaang Daeng Mannyonri KaraEng Katangka yang merangkap Tuma'bicara Butta ri Gowa (lahir tahun 1573), bermimpi melihat cahaya bersinar yang muncul dari Tallo. Cahaya kemilau nan indah itu memancar keseluruh Butta Gowa lalu ke negeri sahabat lainnya. Bersamaan di malam ketiga itu, yakni malam Jum'at tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H atau tanggal 22 September 1605 M. (Darwa rasyid MS., Peristiwa Tahun-tahun Bersejarah Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV s/d XIX, hal.36), di bibir pantai Tallo merapat sebuah perahu kecil. Layarnya terbuat dari sorban, berkibar kencang. Nampak sesosok lelaki menambatkan perahunya lalu melakukan gerakan-gerakan aneh. Lelaki itu ternyata melakukan sholat. Cahaya y

PEJABAT WALIKOTA MAKASSAR SEJAK PEMERINTAHAN BELANDA SAMPAI SEKARANG

Pemerintahan Kolonial Belanda 1. J.E. Dambrink (1918-1927 2. J.H.De Groot (1927-1931) 3. G.H.J. Beikenkamp (1931-1932) 4. Ir. F.C.Van Lier (1932-1933) 5. Ch.H.Ter Laag (1933-1934) 6. J.Leewis (1934-1936) 7. H.F.Brune (1936-1942) Pemerintahan Jepang 1. Yamasaki (1942-1945) Pemerintahan NICA 1. H.F. Brune (1945)

SEJARAH KOTA MAKASSAR

Awal Kota dan bandar makassar berada di muara sungai Tallo dengan pelabuhan niaga kecil di wilayah itu pada penghujung abad XV. Sumber-sumber Portugis memberitakan, bahwa bandar Tallo itu awalnya berada dibawah Kerajaan Siang di sekitar Pangkajene, akan tetapi pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lainnya yang bernama Gowa, dan mulai melepaskan diri dari kerajaan Siang, yang bahkan menyerang dan menaklukan kerajaan-kerajaan sekitarnya. Akibat semakin intensifnya kegiatan pertanian di hulu sungai Tallo, mengakibatkan pendangkalan sungai Tallo, sehingga bandarnya dipindahkan ke muara sungai Jeneberang, disinilah terjadi pembangunan kekuasaan kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo yang kemudian membangun pertahanan benteng Somba Opu, yang untuk selanjutnya seratus tahun kemudian menjadi wilayah inti Kota Makassar. Pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI ini didirikan pula Benteng Rotterdam di bagian utara, Pemerintahan Kerajaan masih diba

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR

Oleh : Badruzzaman Pantai Makassar di Kabupaten Alor saat itu dikusai oleh Portugis. Sepanjang pesisiran pantai di Pulau Alor dinaikkan bendera putih. Menurut Fredrik Pulinggomang, S.Th, seorang tokoh masyarakat Alor dan Pendeta, bahwa pada tahun 1814 terjadi persepakatan pembagian wilayah antara Portugis dan Belanda yang kemudian disebut dengan Keputusan Leserborn. Keputusan itu membagi wilayah NTT menjadi dua bagian wilayah kekuasan. Wilayah pertama yang meliputi mulai dari Sumba, sebagian daratan Timor, Alor masuk daerah kekuasaan Kolonial Belanda, sedangkan Plores dan sebagian Timor masuk dalam wilayah Portugis. Berdasarkan keputusan itu maka Belanda mulai menempatkan beberapa orang Belandes di Alor. Seorang diberikan tugas sebagai Poskholder (penjaga pos), seorang yang lain sebagai menteri pajak, dan satu komando pasukan. Mereka masuk pertama kali di suatu tempat yang bernama Bang Atimang (sekarang bernama Alor Kecil), lalu berkedudukan atau berdomisil di Pantai Makass

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KATOLIK DI ALOR

Oleh : Badruzzaman Masyarakat Alor mengenal Agama Katolik, berawal dari empat pemuda yang berpetualangan ke Makassar. Keempat pemuda itu adalah Leimai Langwa (anak kelahiran kampung Manegeng Alor Timur), Salomon Malley (berasal dari Woibila Alor Selatan), Simon Moy (berasal dari kampung Watakika Alor Barat Daya) dan Yoseph Abel Kudja (berasal dari Tongbang Alor Barat Laut). Leimai Langawa diperantuannya berkenalan dengan seorang penganut Agama Katolik, ia pun menyatakan diri untuk menganut agama tersebut dengan bukti pembabtisan pada tahun 1928 dengan nama Laurensius, namun ia baru mulai bersaksi sebagai orang Katolik (aktif dalam kegiatan peribadatan keagamaan) pada tahun 1946. Laurensius Leimai Langawa kembali ke Alor pada tahun 1928. Pada tahun yang sama Salomon Asalang pun kembali dari Makassar membawa muatan iman Katolik pula. Ia juga enggang untuk aktif dalam kegiatan keaagaman. Namun keenggangan tersebut tidak berlarut. Pada tahun 1946 ia mulai bergiat menjadi saks

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI ALOR

Gambar
Berfoto bersama keturunan Iang Gogo beserta Alquran tertua  Oleh : Badruzzaman Agama risalah yang paling pertama masuk di Kabupaten Alor adalah Agama Islam. Agama yang diperkirakan masuk pada abad 16 Masehi (ada pula sumber yang menyatakan abad 14 Masehi) bersamaan dengan jayanya Kerajaan Islam di Ternate, Maluku yaitu masa kesultanan Sultan Ternate yang bernama Babullah. Islam masuk ke Alor dengan dibawah oleh seseorang bernama Iang Gogo bersama-sama dengan lima orang saudaranya (demikian dituturkan Bapak Saleh Pango Gogo, keturunan ke 13 Iang Gogo). Mereka, akhirnya mendarat di Tanjung Bota Alor. Dalam penjalanan yang berbulan-bulan karena kekurangan persiapan bahan makanan terutama air, maka dengan kemampuan Iang Gogo yang diriwayatkan memiliki kemampuan ilmu kanuragan, menggunakan tongkat kesaktiannya menusuk tanah. Dan dari bekas tusukan itu keluar mata air, yang kemudian dinamakan Mata Air Banda. Saat ini tempat tersebut dinamakan Bota, Alila Kecamatan

PELAYANAN KEAGAMAAN KANTOR DEPARTEMEN AGAMA KOTA/KABUPATEN Kasus di Sebelas Kantor Departemen Agama Kota/Kabupaten di Wilayah Timur Indonesia

 Oleh : Badruzzaman Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan sistem pelayanan keagamaan Departemen Agama Kota/Kabupaten dan respon masyarakat terhadap pelayanan keagamaan Departemen Agama di Kota/Kabupaten. Tujuan penelitian tersebut didasari bahwa konteks demokrasi, dewasa ini, mengharuskan seluruh pembangunan dan kebikajan publik yang diproduksi oleh negara berorientasi pada kepentingan rakyat banyak. Jika itu diletakkan dalam konteks Indonesia, maka sudah seharusnya program pembangunan nasional lebih mengarah kepada kepentingan rakyat menengah ke bawah yang jumlahnya mayoritas. Peningkatan penghasilan domistik, perluasan lapangan kerja, peningkatan penghasilan keluarga miskin, dan penyediaan lembaga pendidikan yang murah adalah program penting yang seharusnya menjadi agenda negara yang paling diutamakan. Departemen Agama adalah salah satu departeman dalam struktur pemerintahan yang bertugas untuk menangani persoalan yang berkaitan dengan agama. Sebaga

KEPERCAYAAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA SEBELUM MASUK ISLAM

Oleh : Badruzzaman Sejak dahulu, masyarakat Sulawesi Selatan telah memiliki aturan tata hidup. Aturan tata hidup tersebut berkenaan dengan, sistem pemerintahan, sistem kemasyarakatan dan sistem kepecayaan. Orang Bugis menyebut keseluruhan sistem tersebut Pangngadereng , orang Makassar Pangadakang , Orang Luwu menyebutnya Pangngadaran, Orang Toraja Aluk To Dolo dan Orang Mandar Ada’ . Dalam hal kepercayaan penduduk Sulawesi Selatan telah percaya kepada satu Dewa yang tunggal. Dewa yang tunggal itu disebut dengan istilah Dewata SeuwaE (dewa yang tunggal). Terkadang pula disebut oleh orang Bugis dengan istilah PatotoE (dewa yang menentukan nasib). Orang Makassar sering menyebutnya dengan Turei A’rana (kehendak yang tinggi). Orang Mandar Puang Mase (yang maha kedendak) dan orang Toraja menyebutnya Puang Matua (Tuhan yang maha mulia). Mereka pula mempercayai adanya dewa yang bertahta di tempat-tempat tertentu. Seperti kepercayaan mereka tentang dewa yang berdiam

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

Oleh : Badruzzaman Di daerah Sulawesi Selatan sangat menonjol perasaan kekeluargaan. Hal ini mungkin didasarkan pada anggapan bahwa masyarakat Sulawesi Selatan berasal dari satu rumpun. Raja-raja di Sulawesi Selatan telah saling terikat dalam perkawinan, sehingga ikatan hubungan kekeluargaan semakin erat. Menurut Sure’ Lagaligo (catatan surat Lagaligo dari Luwu) bahwa keturunan raja berasal dari Batara Guru yang kemudian beranak cucu. Keturunan Barata Guru kemudian tersebar ke daerah lain. Oleh karena itu perasaan kekeluargaan tumbuh dan mengakar di kalangan raja di Sulawesi Selatan. Dalam masyarakat Sulawesi Selatan ditemukan sistem kekerabatan. Sistem kekrabatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Keluarga inti atau keluarga batih. Keluarga ini merupakan yang terkecil. Dalam bahasa Bugis keluarga ini dikenal dengan istilah Sianang , di Mandar Saruang Moyang , di Makassar Sipa’anakang/sianakang , sedangkan orang Toraja menyebutnya Sangrurangan. Keluarga ini b

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

Oleh : Badruzzaman Masyarakat Sulawesi Selatan agak ketat memegang adat yang berlaku, utamanya dalam hal perlapisan sosial. Pelapisan sosial masyarakat yang tajam merupakan suatu ciri khas bagi masyarakat Sulawesi Selatan (Mattuada, 1997). Sejak masa pra Islam masyarakat Sulawesi Selatan mudah mengenal stratifikasi sosial. Di saat terbentuknya kerajaan dan pada saat yang sama tumbuh dan berkembang secara tajam stratifikasi sosial dalam masyarkat Sulawesi Selatan. Startifikasi sosial ini mengakibatkan munculnya jarak sosial antara golongan atas dengan golongan bawah. Secara umum masyarakat Sulawesi Selatan mengenal tiga tingkatan sosial (kelas sosial). Dari kempat suku besar yang memukimi Sulawesi Selatan, ada tiga suku yang menganut tiga tingkatan. Ketiga suku tersebut adalah Suku Bugis, Makassar dan Mandar. Suku Bugis menganut tiga tingkatan sosial. Ketiga tingkatan sosial itu adalah : Ana’ Arung, To Maradeka dan Ata . Ketiga tingkatan sosial yang dianut oleh suku yang terb