Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2009

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI ALOR

O leh Badruzzzaman Beberapa faktor pendukung pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kabupaten Alor adalah sebagai berikut: Pranata Budaya . Masyarakat Alor memilki suatu pranata budaya yang berkembang sejak dahulu. Pranata budaya itu disebut “Bela” . Bela adalah pernjanjian persuadaraan antara penganut agama Islam dan Kristen untuk hidup tidak mencela, membenci memarahi, dan menyakiti. Menurut Prederik Pulinggomang, bahwa budaya ini telah ditanamkan para leluhur sejak dahulu. Jika terdapat suatu kasus perselisihan dalam masyarakat maka salah seorang dari yang berselisih tersebut mengakatan “ kita Bela”, maka perselisihan tersebut sudah behenti saat itu juga, dan tidak ada lagi dendam satu sama lain. Selain Bela terdapat pula persepakatan persaudaraan antara beberapa suku besar di se Kabupaten Alor. Persepakatan persaudaraan itu disebut dengan ‘Tiga Tujuh Sepuluh”, maksdunya ada tiga suku besar di Pulau Pantar, tujuh suku besar sepanjang pesisir pantai pulau Alor dan sepulu suku

PERAN PEMERINTAH DAN TOKOH AGAMA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI ALOR

Oleh : Badruzzaman   Peran pemerintah cukup besar dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kabupaten Alor. Keterlibatan tersebut telah dirancang dalan suatu program kerja dengan berbagai bentuk kegaitannya. Pemerintah yang dimaksud dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah dan Departemen Agama Kabupatern Alor. Berdasarkan TAP MPR RI Nomor 4 Tahun 1999, negara telah menetapkan arah pembangunan bidang kehidupan keagamaan dalam GBHN. Hal tersebut telah dituangkan dalah UU Nomor 25 Tahun 200 tentang Program Pembangunan Nasional (PORPENAS). Ada empat arah kebijakan pembangunan dibidang kehidupan beragama tahun 200-2004, salah satu diantaranya adalah Program peningkatan pemahaman dan pengamalan agama dan kerukunan umat beragama. Secara institusional, Pemkab Alor telah menyusun visi dan misi. Visi Pemda Kabupaten Alor adalah “Terwujudnya kehidupan masyarakat Alor yang sejahtera lahir dan batin. Berdasarkan visi tersebut maka sebagai institusi bergerak dibidang pelayanan masyarakat in

SUMERY "KERUKUNAN UMAT BERAGAMA PASCA KONFLIK, Studi Kasus di Kab. Alor NTT

Oleh : Badruzzaman PENDAHULUAN Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menemukan kondisi kerukunan umat beragaman pasca konflik, dan aspek-aspek yang mendukung pemulihan kerukunan tersebut. penelitian ini didasari, bahwa terdapat suatu rentang waktu masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat rukun, saling menghomati dan sopan santun. Namun akhir-akhir ini, gejolak-gejolak sosial yang berbentuk, kerusuhan, penyerangan, kekerasan, bahkan konflik komunal mencuat ke permukaan. Kerusahan di Makassar, tahun 1987, yang hanya dipicu oleh insiden seorang warga keturunan Teonghua tidak waras membunuh seorang anak yang pulang dari masjid mengaji seusai magrib. Pada tahun yang sama di Banjarmasin pun terjadi hal yang serupa. Kerusuhan yang lain adalah kerukunan Ambon dan Poso yang cukup mengganggu situasi kerukunan bangsa Indonesia sebab melibatkan dua komunitas penganut agama berberda, Islam dan Kristen. Kerusuhan-kerusuhan di nusantara pun bermuculan, seperti di Kupang (tahun 1998)

LEMBAGA KOMUNIKASI TOKOH AGAMA (LKTA) DI ALOR

Oleh : Badruzzaman  Salah satu peranan Pemda Kabupaten Alor yang menumental pada peningkatan kerukunan umat beragama ialah telah membentuk suatu organisasi yang menghimpun berbagai tokoh agama yang disebut Lembaga Komunikasi Tokoh Agama (LKTA). Menurut Ruski Bere, BA. bahwa lembaga ini sengaja dibuat untuk lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kerawanan hubungan antar umat beragama. Jadi fokus kegiatan LKTA adalah secara khusus berkaitan dengan kerukunan hidup umat beragama. LKTA bergerak pada aspek-aspek yang krusial dalam kaitan hubungan antar umat beragama itu, misalnya berkaitan dengan kasus-kasus kerukunan yang muncul. Menurut Drs. Amin Dupu, salah satu stap pimpinan pada Bidang Bina Sosial Kantor Bupati Kabupaten Alor, bahwa setelah terbentuknya LKTA ini maka program kerukunan umat beragama yang dulunya ditangani oleh pemerintah, diserahkan kepada sepenuhnya LKTA. LKTA lah yang menyusun program-program kerukunan itu lalu pemda Alor hanya menfasilitasi berupa sar

KEDAMAIAN DAN KERUKUNAN MASYARAKAT ALOR TERUSIK

Oleh : Badruzzaman Kerukuman umat beragama di Kabupatern Alor yang selama ini terikat dalam hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang kental, tiba-tiba terusik. Hal itu menyusul beredarnya sebuah buku terbitan Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Alor dimana gambar sampulnya dinilai mendikriditkan Kitab Suci Alquran. Peristiwa ini berawal ketika Ketua MUI Kabupaten Alor mengetahui sampul buku tersebut pada tanggal 9 Juni 2005. Sampul buku berjudul Penduduk Kabupatern Alor 2003 (Hasil Registrasi), bergambar Alquran Tua dan seorang Penari Cakalele berdiri menginjak di atasnya. Informasi tersebut diterima dari salah seorang karyawan BPS, yang menurut Drs. Amin Dopu, kayawan Pemkab Alor, bahwa karyawan BPS tersebut baru mengetahui hal itu setelah ada informasi dari salah satu rekannya di PBS Propinsi NTT. Kantor BPS Kabupatern Alor menuai protes. Gambar pada sampul buku tersebut dinilai melecahkan agama Islam sehingga pada tanggal 18 Juni 2005, ribuan umat muslim di Ka

Sekilas Sejarah Masuknya Kristen di Alor

Oleh : Badruzzaman Pantai Makassar di Kabupaten Alor saat itu dikusai oleh Portugis. Sepanjang pesisiran pantai di Pulau Alor dinaikkan bendera putih. Menurut Fredrik Pulinggomang, S.Th, seorang tokoh masyarakat Alor dan Pendeta, bahwa pada tahun 1814 terjadi persepakatan pembagian wilayah antara Portugis dan Belanda yang kemudian disebut dengan Keptusan Laserborn. Keputusan itu membagi wilayah NTT menjadi dua bagian wilayah kekuasan. Wilayah pertama yang meliputi mulai dari Sumba, sebagian daratan Timor, Alor masuk daerah kekuasaan Kolonial Belanda, sedangkan Plores dan sebagian Timor masuk dalam wilayah Portugis. Berdasarkan keputusan itu maka Belanda mulai menempatkan beberapa orang Belanda di Alor. Seorang diberikan tugas sebagai Poskholder (penjaga pos), seorang yang lain sebagai menteri pajak, dan satu komando pasukan. Mereka masuk pertama kali di suatu tempat yang bernama Bang Atimang (sekarang bernama Alor Kecil), lalu berkedudukan atau berdomisil di Pantai Makassa

EFEKTIVITAS DIKLAT GURU MAPEL DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI MADRASAH ALIYAH

Studi Tentang Respon Guru Mata Pelajaran Yang Pernah Mengikuti Diklat Terhadap Penyelenggaraan Diklat Guru Mapel Di Balai Diklat Keagamaan Manado, Ambon dan Makassar Oleh Badruzzaman (Tulisan dan data selengkapnya dapat dilihat pada Laporan Lengkap di Balai Litbang Agama Makassar) I. PENDAHULUAN Penelitian evaluatif ini bertujuan untuk mengetahui respon guru Mapel Madrasah Aliyah yang pernah mengikuti diklat terhadap penyelenggaraan Diklat Mapel dilaksanakan oleh tiga Balai Diklat Keagamaan, yaitu Balai Diklat Keagamaan Manado, Ambon, dan Makassar. Selain itu penelitian deskriptif kuantitatif ini juga bertujuan untuk mengetahui kontribusi yang dirasakan oleh Guru Mapel atas keikusertaannya pada diklat terhadap peningkatan kompetensinya, baik kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. Penelitian ini didasari, bahwa peran dan fungsi guru dalam proses pembelajaran menempati posisi strategis dan menentukan. Karateristik proses pendidikan di madrasah menuntu