KEDAMAIAN DAN KERUKUNAN MASYARAKAT ALOR TERUSIK


Oleh : Badruzzaman

Kerukuman umat beragama di Kabupatern Alor yang selama ini terikat dalam hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang kental, tiba-tiba terusik. Hal itu menyusul beredarnya sebuah buku terbitan Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Alor dimana gambar sampulnya dinilai mendikriditkan Kitab Suci Alquran.
Peristiwa ini berawal ketika Ketua MUI Kabupaten Alor mengetahui sampul buku tersebut pada tanggal 9 Juni 2005. Sampul buku berjudul Penduduk Kabupatern Alor 2003 (Hasil Registrasi), bergambar Alquran Tua dan seorang Penari Cakalele berdiri menginjak di atasnya. Informasi tersebut diterima dari salah seorang karyawan BPS, yang menurut Drs. Amin Dopu, kayawan Pemkab Alor, bahwa karyawan BPS tersebut baru mengetahui hal itu setelah ada informasi dari salah satu rekannya di PBS Propinsi NTT.
Kantor BPS Kabupatern Alor menuai protes. Gambar pada sampul buku tersebut dinilai melecahkan agama Islam sehingga pada tanggal 18 Juni 2005, ribuan umat muslim di Kalabahi turun ke jalan melakukan aksi damai. Aksi demo dilakukan secara tertib sehingga tidak mengganggu aktivitas masyarakat Kota Kalibahi. Ribuan massa berjalan kaki ke Mapolres, Kejari Pangadilan Negeri Kalibahi dan Kantor Bupati Alor. Mereka meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Alor menarik buku tersebut dari peredaran dan memusnahkan agar tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat.
Sebelum aksi damai ini dilakukan, beberapa langkah konstruktif yang dilakukan oleh umat Islam. Setelah Ketua MUI mengetahui informasi tersebut, Pengurus MUI Kabupaten Alor bersama Ormas-ormas Islam mengadakan pertemuan pada tanggal 12 Juni 2005. Pertemuan yang dilakukan di Masjid Al Fatah Kalabahi tersebut bertujuan untuk membentuk Tim Investigasi dalam rangka mencari kebenaran tentang sampul tersebut.
Pengujian data pun dilakukan. Tanggal 13 Juni 2005 Tim Investigasi menguji data tersebut melalui komputer. Dan hasil pengujian tersebut mengambarkan bahwa gambar buku yang diinjak itu adalah gambar/foto Alquran Tertua yang ada di Alor. Gambar tersebut diduga diambil melalui kamera digital beberapa waktu sebelumnya. Melalui kemera tersebut gambar Alquran itu dicopy ke komputer dan disetting sedemikian rupa sehingga berupa dengan sampul buku BPS saat ini.
Berdasarkan hasil invetigasi tersebut, Ketua MUI melaporkan kasus tersebut kepada Kapolres Alor. Penyampian kasus tersebut ke Kapolres dengan tujuan agar pihak penegak hukum memprosesnya secara hukum. Menyikapi paloran tersebut Muspida Kabupaten Alor mengadakan pertemuan di ruang kerja Kapolres pada tanggal 14 Juni 2005 dalam membahas kasus yang bernuasa SARA itu. Selain itu pertemuan silaturrahmi juga diadakan di rumah jabatan Bupati Alor dengan dihadiri oleh unsur pimpinan daerah dan para pemimpin/tokoh agama se Kab. Alor pada tanggal 16 Juni 2005. (Surat Kepala Kandep Agama Kab Alor kepada Kepala Kanwil Agama Prop. NTT di Kupang, Nomor Kd.20.05/1/BA.02/326/2005, Perihal Laporan Kasus Keagamaan, tanggal 2 Juli 2005)
Aksi Demo DamaiAkibat kasus ini semakin mencuak, gejolak umat muslim pun tak tertahankan. Akhirnya digelarlah demo aksi damai pada tanggal 18 Juni 2005. Sebelum melakukan aksi damai, massa bergerak dari depan Masjid Babuljihad Wetabua yang dilepas secara resmi oleh ketua MUI, Haji Amir Tahir. Massa kemudian bergerak menuju ke halaman Markas Kepolisian Resert (Mapolres) Alor, Kejaksaan Tinggi (Keajari) Kalabahi, Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi dan kemudian menuju ke halaman Kantor Bupati Alor selanjutnya massa membubarkan diri atau kembali ke Wetabua.
Unjuk rasa yang dikawal ketat oleh aparat dari Polres Alor itu, massa sambil berjalan kaki juga membawa sejumlah spanduk dan poster yang salah satunya tertulis “Alquran ajarkan persaudaraan, kami bersaudara dan jangan hancurkan keeratan sosial yang telah dibangun selama ini”. Poster dan spanduk pada intinya mengecam perbuatan yang menurutnya melanggar norma agama. Selain meneriakkan salawat, massa aksi demo yang dipimpin oleh salah seorang remaja mesjid, Marjuki Usman dan Ketua MUI Alor tersebut, melalui perwakilannya membacakan pernyataan sikap kepada setiap instansi penegak hukum yang dituju.
Isi pernyataan sikap tersebut terdiri dari empat poin. Pertama, penempatan gambar pada sampul depan buku Penduduk Kebupaten Alor 2003 yakni gambar orang dalam posisi menginjak Alquran Tertua adalah benar-banar suatu perbuatan terkutuk. Kedua, Pemerintah Kabupaten Alor segera menarik dan memusnahkan buku tersebut dari peredaran sehingga tidak menimbulkan masalah yang tidak diinginkan. Ketiga, saudara Ir. Charissal Manu, MA segera ditangkap dan ditahan demi keamanan yang bersangkutan dan segera diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Keempat, saudada Ir. Charissal Manu, MA harus menyampaikan permintaan maaf kepada umat Islam melalui media masa selama satu bulan berturut-turut.
Menanggapi aksi damai tersebut beberapa pimpinan instansi penegak hukum berpendapat. Kapolres Alor, Ajun Komisaris Besar Polosi (AKBP) Drs. Marsudi Wahyuono, seusai menerima pernyataan sikap dari pengunjuk rasa menyampaikan rasa terima kasih atas aksi damai demi memperjuangkan kebenaran. Diingatkannya agar pengunjuk rasa mempercayakan kepada pihaknya untuk memperoses dan menyelesaikan kasus ini seadil-adilnya dan secepat-cepatnya.
Ketua PN, Umbu Jama SH. juga menyampaikan tanggapannya kepada para pengunjuk rasa. Dikatakannya, pihaknya telah secara resmi menerima pernyataan sikap umat Islam sehubungan dengan dugaan kasus penodaan agama. Pada saatnya nanti apabila berkas kasus tersebut dilimpahkan kepada PN maka pihaknya akan memprosesnya dengan tetap menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
Demikian halnya di kantor buputi, Wakil Bupati Alor, Maulaka, menerima penyataan sikap tersebut. Wabup menyampaikan bahwa sebelumnya pemerintah juga telah mengambil sejumlah langkah. Sejumlah langkah diantaranya mengadakan rapat atau pertemuan dengan para pemimpin agama/tokoh agama, tokoh masyarakat dan sejumlah elemen di daerah ini membahas berbagai hal termasuk dugaan penodaan terhadap agama. sikap pemerintah selanjutnya sangat mendukung apa yang telah dilakukan oleh MUI Alor. Selanjutnya Wabup mengajak kepada para pengunjuk rasa agar dengan segala kerendahan hati dan dengan penuh kebijakan tetap memelihara keeratan sosial yang ada agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. (Alor Pos, Edisi 73/Thn.II/ Minggu ke IV Juni 2005).

Kewenangan Pimpinan BPS Kabupaten AlorSalah seorang Kepala Seksi Di BPS Kalabahi, Ishak Djaha yang dimintai komentarnya sehubungan dengan salah satu produk buku yang sampulnya bergambar Alquran Tertua. Ia mengatakan bahwa pihaknya hanya bertanggung jawab terhadap isi produk buku tersebut karena hal itu merupakan bidangnya. Sementara soal sampul termasuk kata pengantar, itu menjadi kewenangan pimpinan dalam hal ini Kepala BPS Kalabahi.
Dijelaskan bahwa sebagai seksi yang melahirkan produk buku tersebut, dirinya bersama rekannya Dominggus, sudah memberikan keterangan kepada Polres. Buku yang dipersoalkan itu merupakan buku tentang data kependudukan tahun 2003 yang dicetak dan mulai diedarkan pada September 2004. Mengenai isi buku, diakuinya, tidak ada persoalan kecuali gambar pada sampul yang tergambar seorang yang berpakaian Adat Alor berdiri di atas buku yang disebut oleh sebagian orang sebagai sebuah Alquran pada halaman dalamnya. Buku statistik tentang kependudukan itu dicetak pada Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) di Kupang, setelah buku tersebut beredar, pihak MUI mengajukan protes kepada BPS. Kami bekerja secara profesional, kami bekerja sesuai dengan undang-undang. BPS adalah suatu lembaga pemerintah dan bukan organisasi yang tidak jelas. Fungsi BPS untuk menyediakan data bagi perencanaan pembangunan nasional dan tidak ada maksud lain.
Soseorang staf BPS menyatakan bahwa gambar sampul tersebut dimaksudkan untuk menggabarkan kondisi keeratan persaudaraan dan kekeluargaan masyarakat Alor. Keeratan persaudaraan dan kekeluargaan masyarakat Alor sudah terbangun sejak dulu tanpa membedakan suku, ras, dan agama. Karena itu banyak warga Alor yang bersaudara tetapi berbeda agama. Kondisi ini berjalan dengan damai dan tentram sampai saat ini. Namun, ternyata gambar sampul itu kemudian ditanggapi oleh saudara-saudara muslim sebagai penghinaan. Seorang staf yang lain menyatakan bahwa gambar buku yang tampak seperti Alqur'an itu, bukan gambar Alquran Tertua di Alor. Ia adalah gambar buku Registrasi Kependudukan Kab. ALor. Jadi tidak ada maksud untuk menghina simbol-simbol agama tertentu.
Sementara Vico S.Patty, dessiner grafik Percetakan Negara RI di Kupang menjelaskan prihal gambar sampul dimaksud. Vico (jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) jurusan desain gambar mengatakan bahwa dirinya tidak merubah sedikitpun desain gambar sampul buku yang dibuat oleh BPS Alor, ia hanya merubah jenis font (huruf) yang menjadi judul buku itu. Saya pernah desain kover buku BPS Alor sebelumnya yang bergambar daun. Tapi kali ini mereka tidak percayakan kepada saya karena saya terima sudah ada desain gambarnya, sehingga saya tidak rubah gambar itu.(Alor Pos, Edisi 73/Thn.II/ Minggu ke IV Juni 2005).
Tanggapan MasyarakatTanggapan dari berbagai unsur masyarakat terhadap kasus ini cenderung sama, yaitu adanya kecaman terhadap prilaku oknum tersebut. Bupati Alor menyampaikan hasil kesempakatan para tokoh agama, tokoh masyarakat dan Muspida ketika pertemuan silaturrahmi dilakukan di gedung Darma wanita 21 Juni 2005. Dikatakannya, persoalan penodaan agama sangat sensitif dan sangat mengganggu kerukunan antar umat beragama yang telah dilestarikan secara turun temurun. Ia mencontohkan, dalam hal membangun rumah ibadah atau berbagai kegiatan keagamaan, umat Muslim dan Kristen daerah ini bergotong royong bersama-sama. Indahnya kebersamaan di daerah ini merupakan suatu potensi kekuatan untuk membangun daerah.
Hal yang sama disampaikan oleh Pendeta Ishak Laufra, S.Th. Ia mengatakan terima kasih kepada MUI Alor yang dengan arif dan bijaksana dapat mengkomunikasikan dengan warganya sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Gereja Kristen juga sangat tidak setuju jika suatu kitab suci dinodai. Karenanya semua pihak harus menyerahkan kepada aparat penegak hukum. Penodaan agama adalah hal yang sangat sensitif dan sangat mengganggu kebersamaan.
Sementara Haji Tapo Sogo berkata lain. Menurut Haji Tapo Sogo, bahwa pemerintah harus berhati-hati dengan orang luar yang bekerja di daerah ini karena jangan sampai merusak daerah ini, apalagi ada orang luar yang berkerja di Alor, maka pemerintah harus berpikir secara matang untuk menerimanya. Di tempat yang sama Salim Koho juga menyatakan agar kasus yang terjadi diselesaikan sesuai aturan yang berlaku agar tidak merusak kerukunan antar umat beragama. Demikian halnya dengan Anis Obisuru, Arifin Sawaka, Muhammad Djawa dan Camat Teluk Mutiara, A.Patiradja, BA yang mengemukakan agar penegak hukum harus lebih serius menangani persoalan ini.
Kapolres Alor AKBP Drs. Marsudi Wahyuono mengatakan, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus penodaan agama. Pihaknya juga menerima utusan saksi ahli dari Departeman Agama – Abdullah Likur, S.AG., dan Baharuddin Haji, S.Ag.-- tentang tulisan dalam gambar sampul buku yang dipersoalkan dan seorang saksi ahli grafika tentang teknik penarikan gambar dan penataan gambar pada sampul buku itu. Pihaknya pula telah mengambil langkah penyidikan dengan menyita buku Penduduk Kabupaten Alor bersama komputer yang dipakai untuk merancang sampul depan buku yang dipermasalahkan tersebut. Sementara pejabat dari Kejaksaan Negeri, Sabari, SH mengharapkan agar kasus ini dipercayakan sepenuhnya kepada penegak hukum. Dalam menangani kasus ini kita harus tetap menganut azas praduga tak bersalah dan biasanya ancaman hukuman terhadap kasus penodaan agama adalah maksimal 5 tahun.
Ketua PN, Umbu Jama, SH mengatkan tetap bertekad untuk tidak mengingkari apa yang telah diikrarkan para leluhur yakni kebersamaan dan kesatuan. Kita juga harus belajar dari daerah-daerah lain yang mana bisa memulai tetapi tidak bisa mengakhiri suatu konflik. Dalam proses hukum, berilah kesempatan kepada kami agar dapat melaksanakan tugas dengan tenang agar apa yang akan kami putuskan nanti dilakukan murni tanpa tekanan dan teror, tetapi atas dasar kebenaran dan keadilan.
Sedangkan pejabat dari Kodim, Mayor (Inf) Andi Anas mengatakan kerukunan umat beragama di Alor sangat diakui oleh semua orang dan kehidupan masyarakatnya sangat harmonis. Kondisi tersebut diharapkan agar tetap lestari dan bukannya berkembang menjadi pertumpahan darah. Ia mencontohkan konflik di Ambon yang hanya dipicu oleh seorang sopir dan tukang ojek yang kemudian berkembang menjadi persoalan desa dengan desa lalu menjadi konflik agama antar Kristen dan Islam. Kasus yang baru saja terjadi di Alor adalah harus dilihat sebagai perbuatan oknum dan jangan melihatnya sebagai perbuatan suku atau kelompok sebab kalau kita sadari bahwa setiap agama tidak mengajarkan untuk memecah belah persatuan. Mari kita jaga kondisi yang kondusif. Kita harus berpikir yang rasional tidak ada hubungan antara kantor dengan gambar dalam buku, jadi kita harus hati-hati dengan provokator. Apapun ancaman akan mudah kita atasi bila kita bersatu. (Alor Pos, Edisi 73/Thn.II/ Minggu ke IV Juni 2005).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR