KHAZANAH SEJARAH:DARI MASYARAKAT EKSKLUSIf KE INKLUSIF (2)

by Ahmad M. Sewang 
 
Bagian Kedua
Sejalan dengan perkembangan masyarakat yang menuntut keterbukaan. Masyarakat perlu  tentu saja denganmenyesuaikan diri pada trend baru itu dengan syarat ketat lewat memperbanyak bacaan untuk memperluas wawasan. Sehingga kita menemukan manusia baru yang siap menghadapi era modern serta bisa bergaul pada siapa pun pada era keterbukaan tersebut. Tuntutan umat masa kini adalah bagaimana memelihara keimanan sebagai modal utama sekaligus mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban umat manusia yang semakin inklusif tersebut, sehingga umat tetap bisa bersaing dalam pergaulan hidup baru. Dahulu kita mengenal istilah, "Berakal Jerman dan berhati Mekah," yang dinisbahkan pada diri B.J. Habibi. Beliau bertahun-tahun studi di Jerman dan mengusai Iptek yang bisa dibanggakan, tetapi tetap hidup mempertahankan Imtak dan bisa bergaul secara Internasional. Menurut pandangan ulama besar Indonesia, Prof. Dr. H.M  Quraish Shihab, "Semakin luas wawasan seorang muslim berbanding lurus dengan sikapnya pada orang lain yang semakin tasamuh."

Tetapi bagi orang yang terbiasa hidup dalam sikap eksklusif, maka sekarang bisa memulai bersikap terbuka, khusus dalam masalah kebudayaan bukan masalah akidah dan ibadah. Keterbukaan bukan sekedar terbuka, tetapi harus dibarengi dengan meng-up date diri terus menerus tak kenal istirahat serta memperluas wawasan ilmu pengetahuan. Jika hal itu tidak dilakukan, maka bisa berakibat negatif pada yang bersangkutan, tujuan semula ingin memperkuat keyakinan justru yang terjadi bisa sebaliknya, yaitu tambah jauh dari agama. Jadi, kelompok eksklusif tanpa diimbangi perluasan wawasan akan tenggelam dalam lautan dunia penuh misteri.

Bisakah mengubah diri menuju sikap inklusif? Semua bisa asal diikhtiarkan. Allah sendiri menjamin, seperti dalam QS Ar-Rad/14, 11, 
... إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ ....
Namun harus mengubah diri lebih dahulu dengan melepaskan segala macam perangkap yang bisa jadi penghalang menuju permasalahan yang lebih substantif, sekaligus bisa membawa umat ini bersama-sama tanpa stigma negatif menuju ke era peradaban baru dan bersaing secara terbuka. Sebagai contoh orang yang membuka diri dan berani melintas batas adalah Imam Syamsi Ali. Kita kenal beliau walau sebagai alumni Pakistan, tetapi setelah hidup di tengah pergaulan dunia di New York, beliau berubah menjadi ikon umat, untuk bisa bersaing dalam kancah International. Saat bertemu di Nusantara Foundation di 4 West 4rd Street Suite New York, Amerika Serikat, tepatnya 25 April 2016. 

Imam Syamsi Ali pun berkisah pada pertemuan itu bahwa dia memiliki aktivitas mingguan lintas mazhab antara Sunni dan Syiah serta sekte lainnya dari kedua mazhab itu, seperti Jamaah Tablig, dalam menyusun agenda besar bersama untuk menghadapi tantangan lebih substansial. Dalam waktu yang sama di negeri kita tercinta, Indonesia, masih berkutak pada saling menyalahkan bahkan mengafirkan satu sama lain. Jika saya memperkenalkan tulisan ini tidak lepas dari rasa keprihatinan pada sebagian saudara seniman yang mendapatkan stigma negatif tersebut dengan mencarikan jalan keluar  menuju pergaulan di alam modern seperti dialami  Imam Syamsu Ali. Saya lebih suka mencarikan jalan keluar daripada sekedar ikut-ikutan mencela yang bisa menimbulkan kebencian, pada hal mereka adalah saudara kita yang seiman juga. Dalam hadis disebutkan,
المسلم من سلم  المسلمون من لسانه  ويده 
Seorang muslim adalah orang yang menyelamatkan sesamanya muslim dari lisan dan tangannya.
Menurut saya, apa yang terjadi de Amerika Serikat, cepat atau lambat juga akan terjadi di tanah air  akibat kemajuan teknologi informasi di era dunia yang semakin menglobal. Jadi tulisan ini semata-mata muncul dari kesadaran pribadi sebagai seorang muslim yang ingin saling menyelamatkan sesuai potensi yang dimiliki.

Di samping itu, sebagai Presiden Nusantara Foundation Sang Imam juga mengisahkan bahwa beliau aktif mewakili komunitas muslim melakukan pertemuan secara periodik dengan komunitas Yahudi dan Kristen untuk memperbincangkan tantangan dan prospektif masing-masing agama di negara Adidaya itu. Sehingga mereka, bisa saling bertukar informasi dalam memajukan masing-masing agama. Keterbukaan Imam Syamsi Ali tidak menyebabkan imannya berkurang tetapi justru bertambah kuat berpegang pada kebenaran Islam. Kami yang hadir waktu mendengar kisahnya itu, ikut merasakan tentang kekuatan iman beliau. Sang Iman pun sekaligus memperlihatkan sikap tasamuh pada agama dan paham lain. Beliau bisa demikian, karena setiap saat meng-up date dirinya dengan wawasan Islam dan ilmu pengetahuan. Imam Syamsi Ali adalah orang Indonesia pertama yang berjasa memperkenalkan pesantren di negara Adidaya, AS, jauh dari asal-muassal kelahiran pesantren itu sendiri. Jasa lain Sang Imam bisa dibaca pada seri berikutnya.

Wasalam,
Makassar, 14 Oktober 2021


Bagian 3
by Ahmad M. Sewang 

Dalam keterbukaan para ilmuwan, selalu saja muncul pikiran positif bersifat universal dari agama atau pikiran mana pun yang bisa di-sharing, diutip dan diabadikan sebagai tagline atau simbol cita-cita bersama serta di tempatkan secara terbuka. Inilah karakter manusia berperadaban yang semakin membuka pikiran untuk melintasi sekat-sekat eksklusif. Kesan ini, saya peroleh pada pertemuan dengan Imam Syamsi Ali di kantornya, Nusantara Foundation di 4 West 4rd Street Suite New York, Amerika Serikat, tepatnya 25 April 2016. Beliau juga berkisah dalam pertemuan itu bahwa dia memiliki aktivitas mingguan lintas mazhab dan agama di samping pertemuan periodik lintas agama, seperti dikemukakan pada seri sebelumnya.

Manusia berperadaban adalah yang bisa membuka diri dan tidak canggung mengabadikan hasil peradaban umat manusia yang bersifat universal itu dan mengabadikannya sebagai tagline atau simbol cita-cita bersama. Sebagai contoh di pintu masuk Fakultas Hukum Harvard University, terpampang jelas tiga tulisan tentang konsep keadilan, yaitu dari Agustino Hippo, Magna Carta, dan ayat suci Alqura surat an-Nisa ayat 135 yang berbunyi :
O ye who believe! stand out firmly for justice, as witnesses to Allah, even as against yourselves, or your parents, or your kin, and whether it be (against) rich or poor: for Allah can best protect both. Follow not the lusts (of your hearts), lest ye swerve, and if ye distort (justice) or decline to do justice, verily Allah is well-acquainted with all that ye do.
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوّٰمِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلٰىٓ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوٰلِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ  ۚ  إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلٰى بِهِمَا  ۖ  فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰىٓ أَنْ تَعْدِلُوا  ۚ  وَإِنْ تَلْوُ ۥ ٓا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
"Wahai orang-orang yang beriman. Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu, bapak, dan kaum kerabatmu. Jika dia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan."

Bahkan di antara ketiga pilihan konsep tersebut,  Alquran merupakan yang terpanjang dan diletakkan pada bagian tengah dari dinding fakultas hukum tersebut. Ketika ditanyakan pada salah seorang profesor pada Fakultas Hukum Harvard University, mengapa memilih menempatkan ayat Alquran pada pintu masuk fakultas itu, padahal muslim di Harfard sangat minoritas? Ia menjawab dengan lugas bahwa setelah menelusuri berbagai konsep dan teori hukum yang tersebar di dunia, "Sampai pada kesimpulan bahwa konsep keadilan yang tertulis dalam Alquran surah an-Nisa itu merupakan konsep terbaik, terlengkap, dan terfair yang pernah ditemukan." Tentu saja, sebagai umat Islam terasa sangat membanggakan. Sebab banyak petinggi dunia adalah jebolan Harvard University. Mereka bereputasi dunia, di antaranya mantan Presiden US, Obama. "Ternyata hanya dengan keterbukaan yang ditunjang keluasan ilmu yang bisa menawarkan Islam sebagai rahmatan lilalamin."

Di sinilah kita bisa menemukan ilmuwan yang luas wawasannya apa pun agama dan kepercayaannya, mereka bisa berjalan bersama melintasi batas menemukan kebenaran pikiran, dan filsafat universal. Melintasi batas bukan berarti harus keluar dari keyakinan agama yang dianut, justru lebih meneguhkan keyakinan itu sendiri. Berpikir lintas batas hanya dimiliki orang yang tinggi dan luas ilmunya serta mendalam keimanannya. Benarlah firman Allah dalam QS al-Mujadilah: 11,
 .. . يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ 
... . niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Apa yang dilakukan Imam Syamsi Ali telah dirintis para ilmuwan dalam sejarah di era Harun al-Rasyid dan putranya al-Makmun. Keterbukaan inilah yang telah mengantar Dunia Islam ke puncak kemajuan yang dikenal dengan the Golden Age of Islam, dalam bahasa Arab disebut, 
عهد الذهب فى الاسلام
atau Masa Keemasan Islam seperti ditulis oleh George Sarton. (Habis)

Wasalam 
Makassar, 18 Oktober 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR