KHAZANAH SEJARAH:BERKUNJUNG KE NUSANTARA FOUNDATION DI NEW YORK

by Ahmad M. Sewang

Dalam kunjungan ke Amerika Serikat, sengaja diprogramkan ke tiga kota yang dianggap mewakili Adidaya itu, yaitu New York, sebagai ibu kota dunia, Washington sebagai ibu kota AS, dan Los Angeles yang terletak di ujung barat AS sebagai ibu kota aneka hiburan.

Di kota New York, kami sengaja berkunjung ke Nusantara Foundation, milik Imam Shamsi Ali. Di kantor Nusantara Foundation kami memanfaatkan Imam Shamsi Ali untuk bercerita lebih banyak, kami hanya membatasi diri sejedar bertanya tentang aktivitasnya dan yang belum jelas bagi kami.

Shamsi Ali yang hidup di  pusaran dunia pun berkisah bahwa beliau secara priodik bertemu antara umat beragama lain, seperti komunitas Yahudi, Kristen, dan Katholik. Mereka pun mempunyai pertemuan khusus di kalangan intern komunitas muslim sendiri dari berbagai kelompok Sunni, Syiah, Jamaah Tablig dan ormas lainnya. Jadi, itulah gambaran sepintas dengan manusia yang hidup di dunia global. Mereka tidak dibatasi oleh sekat-sekat kecil yang menghalangi untuk melangkah pada dunia yang lebih luas. Di sanalah pula letak perbedaan dengan teman-teman di Indonesia. Bertemu saja satu agama tetapi beda mazhab, biasanya didahului penolakan, bahkan terkadang ada kata-kata kafir. Artinya, orang yang tidak semazhab dengan saya adalah di luar Islam. 

Menurut Imam Shamsi Ali, sangatlah tidak menguntungkan bagi umat Islam, jika yang dibawa ke Amerika Serikat adalah perpecahan, saling hujat dan menyalahkan, apalagi saling bunuh, seperti yang terjadi di Timur Tengah. Sebaiknya yang perlu ditampakkan adalah dakwah bil hal, contoh teladan yang baik. Sebab itulah yang dilihat mereka di luar Islam, bukan ajaran Islam yang tersimpan dalam kitab suci atau dalam hadis dilihat, sebab ajaran demikian, mereka tidak pernah lihat, apalagi membacanya dan menyentuhnya. Mereka lebih melihat Islam yang dipraktikkan dan tercermin dalam prilaku setiap hari. Mereka lebih praktis dalam melihat orang muslim. Misalnya, jika Islam itu rahmat, maka tampaklah kasih sayang pada semua aneka manusia, bukan datang menanamkan kebencian hanya karena beda agama atau mazhab keagamaan.

Untuk itu, saya selalu menghimbau agar menaklukkan orang lain bukan lagi dengan prilaku kasar, melainkan perlihatkanlah dakwah bil hal atau akhlak karimah. Sudah bukan saatnya lagi menaklukkan orang dengan kekekasan, apalagi dengan senjata, tetapi sudah saatnya Islam tampil sebagai rahmat untuk semua. Apalagi di masyarakat Amerika yang mayoritas non-muslim.

Itulah sebagian perbincangan dengan Presiden Nusantarara Foundation di kantornya Pusat kota New York, semoga bermanfaat dalam membuka wawasan umat melihat negeri lain seperti perintah Allah swt., QS Al-Ankaboot: 20,
قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ الْآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu
Jangan seperti pepatah lama, "Seperti katak dalam tempurung, setelah tempurung itu dibuka, barulah sadar ternyata masih ada langit di atas langit." Karena itu, laksanakan perintah Tuhan di atas, "Berjalanlah di muka bumi dan saksikanlah manusia-manusia kerdil, hanya karena belum pernah mengalami peristiwa yang sedang terjadi." Andai belum bisa menyaksikan banyak peristiwa, maka perkuatlah literasi dengan memperbanyak membaca. Manusia masa kini, dengan kemajuan literasi akan dengan mudah bisa membaca dan belajar apa yang mereka inginkan pada berbagai bidang kehidupan.

Perkenankan saya tutup tulisan ini dengan mengisahkan kembali pembimbing saya dari Amsterdam bernama disertasi saya, Prof. Dr. Johan H. Meuleman, beliau masuk Islam di Masjid Istiqlal Jakarta setelah sekitar enam bulan ditugaskan Universitas Leiden di sana. Setelah saya tanya, Kenapa masuk Islam? Sebab yang saya kenal dia seorang anak pendeta. Beliau menjawab, "Saya justru gelisah jika tidak masuk Islam, sebab semua civitas akademika sangat baik pada saya." Setahu saya, sampai akhir hayatnya, beliau mengamalkan Islam dengan baik. Terakhir, saya salat Maqrib di rumahnya dan beliaulah yang imam, sambil cepat-cepat berkata, "Mohon maaf jika saya yang imam, karena disunatkan tuan rumah jadi iman." Setelah saya menjadi makmun, tahulah saya bahwa ternyata bacaan tajwidnya bagus, mungkin disebabkan beliau pernah beberapa tahun riset di Aljazair. Inilah contoh, bagaimana menaklukkan dengan akhlak al-karimah.

Wassalam,
Makassar, 03 Mei 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR