KHAZANAH SEJARAH:KESEIMBANGAN ANTARA KEBAHAGIAN DUNIA DAN AKHIRAT ‎


Bagian Pertama
by Ahmad M. Sewang 

Salah satu doa yang diajarkan al-Quran adalah memelihara keseimbangan antara  kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Dalam QS al-Baqarah: 201 berbunyi,
Surah Al-Baqara, Verse 201:
 رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".

Kedua kebahagiaan harus dicapai secara seimbang tidak boleh yang satu diutamakan dan yang lainnya diabaikan. Kebahagiaan di dunia bisa dicapai dengan mengejar kehidupan dunia berupa mengumpulkan harta benda, sekalipun harta benda bukan satu-satunya yang membuat orang bahagia, namun salah satu unsur utama yang bisa mengantar pada kebahagiaan adalah harta. Dalam ajaran Islam harta adalah sarana pemenuhan kebahagian dunia dan akhirat.

Bagaimana caranya memenuhi kebahagiaan akhirat tanpa harta benda dunia? Bagaimana cara melaksanakan sebagian rukun Islam tanpa harta benda?
Bagamana cara mengeluarkan zakat tanpa harta? Bagaimana cara membangun masjid tanpa harta? Bagaimana cara melaksanakan rukun Islam kelima, naik haji ke baitullah, tanpa harta? Demikian seterusnya, pertanyaan ini bisa diperpanjang. Dalam hubungan ini, seorang ulama berpendapat bahwa bekerja adalah bahagian dari ibadah dan hadis memerintahkan memberi lebih afdal daripada menerima. Yang dilarang jika dilakukan secara berlebihan dengan menggunakan segala cara untuk menumpuk harta benda. Perilaku itu disebut cara 
Machiavelli yang bertentangan dengan nilai keagamaan sebab harta sudah dijadikan tujuan hidup. 

Orang yang menjadikan harta sebagai tujuan persis sama dengan bunyi syair Arab yang diajarkan sejak puluhan tahun ketika penulis masih di pesantren,
إن الدراهم فى الأ ماكن كلها
تكسب الناس محبة وجمالا
إنها لسان لمن أراد فصيحة
وإنها سلاح لمن أراد قتالا
Sesungguhnya uang itu memungkinkan segala sesuatu.
Uang membuat manusia cantik dan dicintai,
Uang merupakan lidah bagi orang yang menginginkan kepasihan,
Uang merupakan senjata bagi orang yang ingin membunuh.

Setiap membaca syair ini, saya selalu teringat seorang perempuan yang dikenal sebagai ratu sogok, sampai petugas penjara pun disogoknya. Perempuan itu bernama Artalyta Suryani alias Ayin. Karena memiliki banyak uang, penjara pun ia bisa sulap jadi hotel yang lengkap dengan AC, malah ia membuat salon dalam penjara. Jadi dengan kemampuan uangnya dia leluasa berbuat apa saja yang diinginkan di penjara. 

Ketika mendapat tugas sebagai Pjs. Ketua STAIN Sultan Qaimuddin, Kendari. Mantan ketuanya dipenjarakan hanya karena kesalahan membayar kotraktor sebelum bangunannya selesai 100% dengan kerugian negara empat juta rupiah. Akibatnya, dia dipenjarakan. Setelah saya datang membesuknya di penjara dan menanyakan perihal, kenapa dia dipenjara? Dia menjawab dengan lugas. Saya masuk penjara karena tidak ingin menyogok. "Di sini semuanya harus disogok," katanya, mulai dari oknum polisi, jaksa sampai sipir, mereka semua haus uang  sogokan. Daripada menyogok lebih baik di penjara. Di sini, ia membuat syair Arab bernuansa bahasa Melayu,
إن كان لك الفلوس فلك الملوس
- إن لم يكن الفلوس فلك المنفوس
Jika engkau punya fulus atau uang, semua akan mulus, tetapi jika tak punya fulus akan manpus.
Inilah yang dinamakan cara Machiavelli dengan menggunakan segala cara dalam menmbelenjakan uang. Jadilah uang sebagai berhala baru. Dasar negara, Ketuhanan Yang Maha Esa, diplesetkan menjadi keuangan yang maha kuasa. Naizu billahi min zalik.

Wassalam,
Makassar, 18 Ramadan 1442 H/29 April 2021 M


Bagian Kedua
by Ahmad M. Sewang 

Baru saja saya menerima pesan dari seorang pengamat sosial senior, Prof. Dr. Anwar Arifin bahwa salah satu faktor penyebab kemundurun umat Islam karena mereka terlalu pokus pada masalah akhirat. Menurut pengamatannya sebagai pengurus Masjid al-Markaz  al-Islami, "Para mubalig juga lebih banyak materi ceramahnya tentang akhirat dan mereka kurang bicara tentang kehidupan di dunia. Akhirnya, dunia dikuasai non-muslim," katanya lewat telepon. Padahal umat tetap perlu memelihara keseimbangan antara kepentingan hidup di dunia dan di akhirat. Bahkan sekalipun amalan akhirat hendaknya dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah saw., tidak bisa dilakukan secara berlebihan. Dalam hubunga ini,  disebutkan pada sebuah hadis,
عَنْ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قال: جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: (أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي).
Dari Anas bin Malik r.a berkata, telah datang tiga orang, ke rumah isteri Nabi saw. Mereka bertanya tentang ibadah Nabi saw. Setelah diberitahu, seakan mereka menganggap ibadah mereka belum ada artinya dibanding dengan Nabi saw. Mereka mempertanyakan, "di mana posisi ibadah kami dibanding dengan Nabi saw. Sementara Nabi telah diampuni dosanya terdahulu dan terakhir. Salah seorang di antara mereka berkata, "Ada pun saya, akan salat sepanjang malam." Sedang yang lainnya berkata, "Saya akan puasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka," dan yang satu lagi berkata, "Saya akan membujang dan tidak akan kawin selamanya." Maka datanglah Rasulullah saw. dan berkata kepada mereka, "Kalian telah berkata begini dan begitu. Adapun saya lebih takut dan lebih takwa pada-Nya. Akan tetapi, saya puasa dan saya berbuka, dan saya salat dan saya pun tidur, serta saya pun kawin dengan perempuan. Barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan dari golonganku."

Sunah Nabi mengajarkan, tidak boleh berlebihan dalam meraih kebahagiaan akhirat. Orang yang berlebihan dalam bahasa Arab disebut al-Guluw atau ekstrim. Dalam hadis nabi disebutkan,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ ؛ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدين.
Hai sekalian manusia, hindarilah berlebih-lebihan dalam beragama. Sesungguhnya, telah hancur orang-orang sebelum kalian karena mereka berlebihan dalam beragama.

KESIMPULAN
Setiap muslim, hendaknya selalu memelihara keseimbangan dalam meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Seperti dalam ungkapan Umar bin Khattab r.a.
ليس خيركم  من ترك دنياه لآخرته
ليس خيركم  من ترك آخرته لدنياه
وإنما خيركم  من جَمَعَ بينهما
Bukan suatu kebaikan bagi kalian, orang  yang meninggalkan kepentingan dunianya untuk kepentingan akhiratnya. Sebaliknya, bukan suatu kebaikan bagi kalian, orang yang meninggalkan akhiratnya untuk kepentingan dunianya. Hanya saja yang terbaik bagi kalian adalah orang yang bisa menghimpun keduanya.

Ibadah puasa yang sedang diamalkan bulan ini, harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. tidak boleh diamalkan secara berlebihan sehingga terjadi derita bagi orang yang berpuasa sendiri. Lebih konyol lagi jika dianggap lebih menderita dalam beribadah lebih berpahala. Pandangan demikian, sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bacalah kembali sunah Nabi saw. di atas bahkan Nabi saw. melarang puasa wisal (bersambung) serta memerintahkan mempercepat berbuka dan memperlambat makan sahur, dimaksudkan untuk menghindari derita lapar terlalu lama atau menghindari pangamalan ibadah secara berlebihan. 

Wassalam,
Makassar, 19 Ramadan 1442 H/30 April 2021 M



Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR