KHAZANAH SEJARAH:ANTARA NORMATIVITAS DAN HISTORITAS AGAMA

by Ahmad M. Sewang 

Bagian Pertama

Normativitas adalah ajaran agama sesuai dengan norma yang tertulis dalam kitab suci,
dalam dunia filsafat disebut das sollen. Karena itu orang yang bisa memahami dan menghayati sebuah agama adalah para penganut agama itu sendiri kecuali para peneliti yang sengaja mendalami sebuah agama di luar agama yang dianutnya.

Dalam ajaran normatif Islam tentang perdamaian antarsesama, sebagai contoh. Dapat diklaim bahwa cukup banyak bisa dikemukakan bahwa Islam adalah agama damai. Kata Islam sendiri bermakna damai, aman, selamat, dan penyerahan diri. Dalam ritual salat, yang merupakan kewajiban utama dalam Islam, ikrar terakhir yang diucapkan adalah memberikan keselamatan dan kedamaian bagi sesama umat manusia. Sebuah simbol bahwa muara akhir dari ajaran ibadah dalam Islam adalah perdamaian.

Secara historitas atau Islam yang berlangsung dalam realitas masyarakat atau das sein yang terjadi justru sebaliknya. Padahal orang luar Islam justru hanya mengetahui kenyataan historitas yang mereka saksikan dalam bentuk prilaku, seperti berlangsung di tengah masyarakat. Di sinilah letak masalahnya jika terjadi jarak antara ajaran normatif Islam dan ajaran historis dalam masyarakat.

Beberapa pertanyaan bisa menjadi renungan:
1. Jika Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, kenapa dalam kenyataan historis seperti terjadi di Timur Tengah, mereka saling bunuh satu sama lain? Jika Islam mengajarkan persatuan, kenapa di antara umat Islam lebih suka saling berpecah, saling menyalahkan, dan  saling mengafirkan sesamanya hanya karena beda mazhab atau organisasi Islam?
3. Jika Islam mengajarkan,
الإسلام يعلو ولا يعلى عليه 
"Islam itu di atas dan tidak bisa di atasi." Kenapa yang terjadi adalah kemunduran umat di berbagai bidang kehidupan?
4. Sesungguhnya pertanyaan yang sama bisa diperpanjang. Tetapi, jangan harap umat bisa meyakinkan orang di luar Islam, sebelum umat itu sendiri mampu membuktikan dalam tataran pengamalan ajaran normatif tersebut dapat diwujudkan dalam realitas historis dan tercermin dalam prilaku masyarakat muslim sendiri. Hanya dengan itu umat bisa meyakinkan orang luar bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh semesta alam tanpa membedakan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Jika tidak bisa membuktikan dalam realitas historis, maka sia-sialah meyakinkan orang di luar Islam.

Wassalam.
Makassar, 5 Ramadan 1442 H/ 16 April 2021 M

Bagian Kedua

Islam sebagai sebuah ajaran sudah tidak diragukan menyimpan nilai-nilai agung  sebagai rahmat seluruh alam sebagaimana misi yang selalu diperkenalkan. Bahkan secara normatif semua agama mengajarkan perdamaian dan kasih sayang. Bahkan tidak ada satu pun agama yang mengajarkan kekerasan, tetapi dalam kenyataan historis justru terjadi sebaliknya. 

Menurut Juergensmeyer dalam catatannya menyebut, bahwa terdapat ambivalensi dalam semua agama. Secara normatif semua mengajarkan damai dan kasih sayang, di sisi lain, seperti berlangsung dalam realitas historis, justru terjadi sebaliknya. Hal itu bisa ditemukan data pada setiap agama, yaitu:
1. Nasrani Amerika, mendukung pemboman klinik aborsi dan aksi militant pemboman gedung federal Oklahoma City;
2. Kaum Katolik dan Protestan yang mendukung aksi terorisme di Irlandia Utara:
3. Kaum Muslimin dihubungkan dengan pemboman World Trade Center, New York;
4. Kaum Yahudi fanatik mendukung pembunuhan Perdana Menteri Yitzhak Rabin dan serangan atas Kuburan Wali di Hebron;
5. Kaum Sikh terlibat dalam pembunuhan Perdana Menteri India, Indira Gandhi, dan Menteri Utama Punjab Beant Singh;
6. Kaum Buddhis Jepang tergabung dalam kelompok yang dituduh melakukan serangan gas syaraf di kereta bawah tanah Tokyo...

Adalah tugas pada penganut semua agama mengubah citra agama dengan mewujudkan ajaran normatif agama dalam realitas historis sehingga citra agama yang berlumuran darah berubah dan tampil menjadi ajaran damai, toleransi, menghargai kebinnekaan, dan rahmat untuk semua umat manusia. 

Sudah tiba saatnya menawarkan nilai positif agama dengan mempengaruhi orang lain bukan lagi dengan kekerasan tetapi dengan dakwah bil hal atau akhlak ak-karimah. Seoran dosen pembimbing disertasi penulis, Prof. Dr. Johan H. Meuleman dari Leiden University, setelah beberapa tahun ditugaskan di UIN Syarif Hidayatullah. Beliau masuk Islam di Jakarta, setelah saya tanya pada beliau, "Kenapa masuk Islam?" beliau menjawab, "Saya masuk Islam setelah melihat teman-teman Dosen semuanya baik dengan menampilkan akhlak karimah. Jadi bukan lagi jamannya menaklukan orang dengan kekerasan tetapi dengan menampilkan akhlak karimah. Bukankah  Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia? انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Sesungguhnya engkau diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Wassalam,
Makassar, 5 Ramadan 1442 H/17 April 2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR