PROF. DR. BAHARUDDIN LOPA(Manusia Langka yang pernah kukenal)

by Ahmad M. Sewang 

Bahauddin Lopa yang sering disingkat namanya dengan Barlop lahir di Pambusuang, Mandar, 27 Agustus 1935
Menurut kisah orang-orang tua di kampung bahwa orang tuanya termasuk keluarga taat beragama. Lopa, termasuk rajin salat rawatib di masjid dan sering mengumpulkan para ulama untuk memberi pengajian di rumahnya. Di sinilah Barlop kecil menyimak pengajian itu. Di kampung ini pula mulai terbentuk kepribadian dan pengalamannya yang kemudian mengiringinya sebagai bekal spiritual di saat melakukan perantauan perjalanan keliling di berbagai tempat. Memang, kampung Barlop dari dahulu sudah dikenal sebagai kampung pusat memproduksi para ulama sampai sekarang di Sulawesi Barat.

Barlop dikenal bersahaja, ketika menjabat sebagai Kepala Kejaksaan di Sulawesi Selatan prabot di rumah dinasnya sangat sederhana. Di tempat penerimaan tamu terdiri dari bangku-banku kayu yang dicet putih. Sampai ada yang mengomentari, "Kelebihan Barlop karena beliau siap hidup sederhana, pada saat yang sama banyak pejabat yang mempertontonkan kemewahan dalam bentuk rumah-rumah dan mobil-mobil. Padahal rumah dan mobil tersebut berasal dari hasil korupsi. Tidak heran pada saat beliau bertugas sebagai kepala Kejaksaan banyak orang di penjarakan. 

Saya bersyukur sebab bisa mengenal beliau dari dekat, sejak di kampung sampai beliau bertugas sebagai pejabat di Ibu Kota. Suatu saat terjadi kesalahpahaman antara tokoh masyarakat di kampung, maka dimintalah Barlop turun tangan mendaimaikan ke dua belah pihah. Saya masih ingat peristiwa itu karena hadir dalam pertemuan, walau masih berumur sekitar sembilan tahun. Saat itu Barlop bertanya pada salah satu pihak yang bersengketa, kenapa terjadi kesalahpahaman? Orang itu menjawab sambil menunjuk lawan sengketanya. "Itu pak selalu cerita kejelekan kami." Spontan Barlop menimpalinya, "Jangan lagi cerita jelek orang lain!" Begitu sederhana penyelesaian Barlop. Demikian halnya  ketika saya sudah di Makassar mengikuti kuliah S1 yang kebetulan sebagai mengurus Pengajian Aqsha.
Pengajiannya ini keliling di masjid-masjid di Makassar. Kebetulan subuh itu dilaksanakan di Masjid Raya Makassar. Sebagai pengurus pengajian juga saya hadir waktu itu. Dalam seksi tanya jawab, muncul pertanyaan dari jamaah. "Bagaimana Pak jika anggota DPRD, wakil kami sendiri, melegalkan judi lotto?" Barlop juga menjawab sepontan bahwa itu adalah kesalahan kalian sendiri. "'Jangan pilih lagi mereka." Jawab Barlop. Begitu sederhana dalam menjawab pertanyaan jamaah.

Saya bersyukur karena satu-satunya sesepuh dari Sulbar yang menghadiri ujian promosi doktor saya di IAIN Jakarta adalah Barlop. Saya ingat saat Rektor mengetahui bahwa Barlop terlambat di luar ruangan karena kemacetan. Rektor, Prof. Dr. Quraish Shihab,  M.A. langsung turun tangan agar pintu dibukakan. Padahal siapa pun yang terlambat tidak dibolehkan masuk di ruang promosi. Saya pun sangat bangga atas kehadiran beliau. Setelah selesai promosi saya ke kantor beliau, waktu itu beliau menjabat Dirjen Pemasyarakatan, saya diajak beliau ngobrol lama. Dari sinilah saya mengetahui ketulusan beliau dalam mengamalkan agamanya. Beliau berkata, "Sampai sekarang saya belum mendepositokan uang saya di Bank komvensional sebab khawatir jatuh pada dosa riba. Saya baru akan menyimpan gaji saya setelah Bank Muamalah berdiri," kata beliau.

Setelah beliau ditugaskan sebagai Dubes RI di Riyad. Saya bertemu di Mekah, di jalanan menuju Masjid Haram. Di pinggir jalan itu kami ngomong sambil duduk di tembok pembatas jalan sekaligus menunggu waktu Isya, sambil bertanya khabar dari kampung. Banyak orang singgah setelah melihat Barlop duduk di pinggir jalan.

Saat beliau akan dilantik sebagai menteri HAM di era Gusdur. Saya sempat menelepon beliau pada subuh hari dari rumah di Makassar ke Jakarta. Sebagai orang yang merasa dekat dengan beliau, saya menyampaikan pesan yang sedang hangat diperbincangkan orang di Makassar, yaitu "Banyak orang yang bertanya, kenapa bapak ingin menerima jabatan sebagai menteri? Bukankah Gusdur bak perahu sudah oleng mau tenggelam?" Beliau menjawab dengan lugas, "Banyak orang salah paham, saya ini bagai matahari yang sudah senja, sesaat lagi akan terbenam, ingin memanfaatkan waktu yang singkat ini untuk mengabdi pada negara, bangsa, dan agama sedapat mungkin,"  kata beliau. "Apa pun yang terjadi, walau umur tinggal sehari, hukum harus ditegakkan," lanjut  beliau. Mendengar itu,  akhirnya, saya mengucapkan selamat menjalankan tugas. Itulah pembicaraan saya yang terakhir dengan beliau. Sebab saya sendiri sudah kembali di Makassar dan beliau bermukim di Jakarta. Setelah dimutasi dari menteri HAM ke kepala Jaksa Agung. Benar saja beliau hanya menjabat satu bulan,  setelah itu beliau dipanggil Allah swt. kehadirat-Nya dalam perjalanan umrah ke Mekah, 3 Juli 2001 dalam umur 66 tahun. Selalu terngian dalam hati saya adalah , "Walau hanya sehari, asal saya bisa mengabdi pada negara, bangsa, dan agama, bukanlah masalah bagiku,"  kata beliau dalam perbincangan terakhir via telepon. Mendengar berita kepergian beliau tiba-tiba, saya merasa tak berdaya dan hanya mampu mengucapkan,
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ .... 
اللّهُمَّ  اغْفِرْ لَهُ وَ ارْحَمْهُ وَ عَافِهِ وَ اعْفُ عَنْهُ 

Wassalam,
Makassar, 1 Februari 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR