KHAZANAH SEJARAH: MAKNA TAHUM HIJRIAH


by Ahmad M. Sewang 

Bagian Kedua 
Hasil penelitian penulis, menunjukkan bahwa penduduk pribumi sebelum Kolonial masuk ke Nusantara yang dipakai adalah penanggalan Hijriah, bersamaan kedatangan Belanda penanggalan Hijriah surut dan sedikit demi sedikit digantikan penanggalan Masehi yang semakin berpengaruh, sekalipun tidak langsung surut secara bersamaan. Pada daerah tertentu mulanya terdapat adaptasi atau kuduanya digunakan secara paralel, dapat dilihat pada Lontara Bilang yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Belanda yang diberi nama Dag book atau Catatan Harian Kerajaan Gowa. Di sana tercatat berbagai peristiwa penting di Kerajaan Gowa yang digunakan secara seimbang antara penanggalan Hijriah dan penanggalan Miladiah. 

Namun lambat laun penanggalan Hijriah redup, sejalan dengan semakin kokohnya budaya kolonialisme digantikan penanggalan Miladiah. Semakin redup dan menunjukkan dominasinya penanggalan masehi. Sebagai contoh dapat kita periksa pada diri kita masing-masing dengan menjawab pertanyaan berikut: “Tanggal berapa proklamasi kemerdekaan RI menurut penanggalan Masehi?” Dengan mudah kita mengetahuinya, sebab setiap tahun kita meperingati hari yang bersejarah bagi bangsa kita itu. Tetapi jika ditanyakan, “Tanggal berapa Bangsa kita memproklamirkan kemerdekaan menurut penanggalan Hijriah?” Maka mulailah kita menjadi orang awam, tidak tahu penanggalan dari budaya sendiri. Pertanyaan berikutnya yang lebih bersifat privat, “Tanggal berapa Anda dilahirkan menurut penanggalan Masehi?” Dengan mudah kita menjawabnya di luar kepala, sebab setiap kali kita berhubungan dengan identitas pribadi, seperti pengambilan akte kelahiran, KTP, SIM, masuk sekolah atau melamar pekerjaan yang harus mencantumkan tanggal kelahiran, bahkan di antara kita ada yang setiap tahun merayakan ulang tahun kelahirannya. Tetapi jika pertanyaan tersebut diubah, “Tanggal berapa Anda dilahirkan menurut penanggalan Hijriah?” Maka kita mulai diam seribu bahasa, karena memang kita awam dari budaya kita sendiri. Agaknya, inilah di antara lain alasan untuk memperingati tahun baru Hijriah yang dimaksudkan untuk mensosialisasikan penanggalan Islam di tengah-tengah masyarakat Muslim sendiri yang selama ini kehilangan identitas.

Kalender Islam yang didasarkan kepada sistem Qamariyah, mempunyai makna ibadah yang penting, karena hampir semua ibadah wajib dalam Islam, dilaksanakan berdasarkan penanggalan sistem qamariyah, seperti permulaan puasa dilakukan pada tanggal 1 Ramadan; hari raya Idul Fitri dilakukan pada tanggal 1 Syawal; rangkaian ibadah haji disesuaikan dengan penanggalan sistem qamariyah, seperti wukup di Arafah tanggal 9 Zulhijah, pelemparan jamrah dimulai tanggal 10 Zulhijah bersamaan dengan hari raya Idul Kurban. Pada tanggal itu pula dimulai penyembelihan binatang kurban sampai tanggal 13 Zulhijah. Adapun tanggal Masehi setiap peristiwa di atas, hanya sekedar penyesuaian.
Demikian halnya peringatan hari-hari bersejarah dalam Islam disesuaikan dengan penanggalan sistem Qamariyah, seperti peringatan tahun baru Islam pada setiap 1 Muharram, peringatan Isra dan Mikraj Nabi Muhammad saw. pada tanggal 27 Rajab, peringatan Nuzulul Quran dilaksanakan pada setiap tanggal 17 Ramadan. Jadi, arti penting kalender Islam, karena ia memiliki nilai ibadah, sejarah dan  kebudayaan Islam.

Wassalam,
Makassar, 2 Muharram 2020

Bagian Kedua 
Sebenarnya banyak di antara muslim tidak mempersoalkan bahwa apakah memakai penanggalan masehi atau hijriah, sebab tidak termasuk ibadah mahdah bahkan masalah kebudayaan yang seharusnya bisa interchangeable, tetapi ada juga berpandangan sebaliknya bahwa jika kita memiliki budaya sendiri, kenapa tidak memakai budaya sendiri. Pendapat ini menjadi keputusan Rabitah Alam Islam pada 1 Muharram 1400 H di Rabat, Marokko yang digaungkan dalam menyambut abad ke-15 sebagai abad kebangkitan Islam. Sehingga seluruh negara yang tergabung OKI (Organisasi Kompresi Islam) ikut menyambutnya. Di Indonesia di bentuk Panitia Nasional dan di setiap Provinsi di bentuk Panitia Provinsi. Masih segar dalam ingatan penulis yang masih berstatus mahasiswa S1 ketika itu, ikut aktif dalam berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan tradisional, seperti baca Barzanji dipusatkan di masjid Takwa, Jl. Iran, sampai kegiatan modern seperti peragaan busana muslim dan Seminar ilmiah yang dipusatkan di IMMIM. Kegiatan itu dilaksanakan selama 10 hari yang disebut asyratun kamilah dari 1-10 Muharram 1400 H. Hampir semua tokoh di Makassar terlibat dalam kepanitiaan tersebut (susunan panitia masih tersimpan baik dalam arsip pribadi).

Pergantian tahun memiliki makna yang lebih dalam bahwa hakikat pergantian tahun bukan sekedar pertambahan umur setahun lagi, melainkan sebaliknya sudah berkurang setahun dari umur yang telah ditetapkan Allah swt. Jadi, pergantian tahun seharusnya dijadikan momentum untuk muhasabah, seperti kebanyakan kaum muslim dengan melakukan pikir dan zikir daripada berhura-hura yang bisa mengantar kepada kerugian. Dalam hadis Rasulullah saw. disebutkan, "Sebaik-baik manusia adalah orang yan dikaruniai umur panjang, lalu digunakan untuk beramal baik. Sebaliknya, sejelek-jelek manusia adalah orang yang dikaruniai umur panjang justru disalahgunakan dengan melakukan amal salah."
Pergantian tahun yang ditandai dengan hijrah, artinya perpindahan, yaitu berpindah dari hal negatif ke positif dan dari positif ke positif plus. Itulah pengertian maknawi dari hijrah. Islam sesungguhnya adalah  agama kemajuan yang mendorong umatnya agar selalu berusaha menuju ke arah yang lebih positif.

Ketika Ali Sadikin sebagai Gubernur DKI dan AM Fatwa dipercaya sebagai penasehat di bidang agama, kita bisa menyaksikan di aula DKI tertulis secara besar-besaran bahwa HIJRAH dilukiskan dari negatif menuju positif dan dari positi menuju ke positif plus. Saya masih ingat gambarnya, jika dilukis sebagai berikut:
- ------------------> + ----------------> ++
 Dalam hadis Rasulullah saw. dikatakan:
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِي اللَّه عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ * صحيح البخارى؛ رقم الحديث 9؛ الكتاب: الإيمان
Sedang menurut terminologi, hijrah adalah perpindahan Nabi dan kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah. Hijrah Nabi itu dimaksudkan untuk menyelamatkan agama Allah, karena di Mekkah tidak lagi aman dari gangguan Quraisy, kemudian pindah ke Madinah untuk membentuk masyarakat baru yang disebut masyarakat Madani di Madinah.

Wassalam,
Makassar, 3 Muharram 1442 H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR