DISKUSI ON LINE DI IPI: ISLAM MODERAT DI AMERIKA

by Ahmad M. Sewang

Semalam 8 Mei 2020, jam 20.30 sampai kurang 8 menit jam 00.00 mengikuti diskusi secara on line yang dilaksanakan Institiut Parahikma  Indonesia (IPI) dengan nara sumber Presden Nusantara Indonesia, Imam Shamsi Ali, langsung dari New York via zoon. Tema Diskusi: Islam Moderat di Amerika Serikat. Sungguh saya merasa beruntung, banyak ilmu yang saya peroleh. Untuk itu, saya  mengucapkan terima kasih dan selamat pada Rektor institut Parahikma Indonesia, walau boleh dikatakan institut ini baru, saya tahu karena hadir pada peresmiannya, tetapi telah membuat terobosan baru dengan mentradisikan secara periodik sebuah aktivitas positif, yaitu diskusi on line dengan mengundang para nara sumber nasional dan internasional, seperti semalam. Tidak kurang lebih 100 peserta dari beberapa negara sebagai partisipan. Acara semacam ini telah ikut serta mencerdaskan bangsa di tengah Pandemi covid-19.

Pada pertemuan semalam, saya ingatkan bahwa pernah menemui Bapak Imam Shamsi Ali,  dalam  kunjungan di kantornya di New York, AS sekitar 4 tahun lalu. Saya sangat tertarik mendengar sambutan Imam yang menngisahkankan aktivitas beliau waktu itu bahwa secara periodik mengadakan pertemuan antara tokoh umat beragama: Yahudi dan Kristen dan kelompok-kelompok intern umat Islam dengan latar belakang mazhab dan organisasi berbeda-beda yang semalam juga diulangi. Tetapi,  mereka saling menghormati perbedaan satu sama lain. Saya terkesan sikap moderasi dan toleransi Sang Imam yang perlu dijadikan telada dalam menghadapi kehidupan moderen sekarang. Dalam masyarakat kini sulit ditemukan masyarakat homoge faham keagamaan.

Malam itu ikut sebagai partisipan adalah atase Kebudayaan Indonesia di Bangkok, Dr. Mustari Mustafa yang menekankan perlunya Pancasila sebagai pemersatu dalam masyarakat bineka sama dengan Piagam Madinah di masa Nabi saw.
Saya juga curhat pada Sang Imam, seperti juga dirasakan Prof. Abd. Rahim Yunus yang juga hadir sebagai partisipan bahwa membangun toleransi interen umat beragama jauh lebih sulit dibanding toleransi antara umat beda agama. Sebagai contoh di Makassar berdiri LPSA (Laskar Pemburu Aliran Sesat). Siapa yang sesat? Bukan MUI yang memutuskan, tetapi merekalah yang memutuskan, terutama yang berbeda paham agama dengan mereka, bahkan ada kecendrungan mengafirkannya. Sikap radikal itu muncul disebabkan wawasan mereka terbatas dan cendung bergaul hanya sebatas kelompoknya sendiri, tidak pernah hidup di tengah-tengah masyarakat pluralis, seperti dialami Imam Shami Ali. 

Saya usulkan perlu ada program pertukaran agar kelompok radikal, sekali-sekali hidup di tengah-tengah masyarakat yang berbeda-beda, seperti tinggal setengah tahun di Amerika atau di Eropa bahkan di negara-negara Islam yang berbeda mazhab dengan mereka. Terakhir, saya membuat sebuah statement bahwa semua mazhab teologi dan fikih dalam Islam adalah produk historis, bukan wahyu yang lahir di masa Nabi saw. Itu sebabnya pemahaman keagamaan setiap mazhab bisa berbeda antara satu dengan yang lain. Di sinilah diperlukan sikap moderasi dan tasamuh.

Wassalam,
Makassar, 2 Mei 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR