KHAZANAH SEJARAH: BERAGAMA TIDAK CUKUP BERMODALKAN SEMANGAT JUGA PERLU WAWASAN


by Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, MA

Saya dapat message dari Ketua MUI Palu, Prof.Dr. Zainal Abidin, pesan itu berbunyi, "Beragama itu tidak hanya bermodalkan semangat, namun melupakan ilmu pengetahuan yang memiliki hukum kausalitas yang sifatnya pasti. Agama dan sains harus sejalan." Pesan ini menarik, Pertama, karena relavan  dengan kondisi kekinian umat yang sedang menghadapi virus corona. Mereka terkadang tanpil lebih menghayati agama daripada ulama besar di MUI. Kedua, relevan dengan integrasi keilmuan yang sedang dikembangkan di UIN Alauddin. UIN diberi mandat yang diperluas untuk mendirikan fakultas umum dengan janji mengembangkan integrasi keilmuan sebagai karakreteristik yang membedakannya dengan universitas umum yang sudah ada. Dengan kata lain bahwa alumni UIN Alauddin di samping menguasai ayat-ayat Quraniah plus ayat-ayat Kauniah. Memang amanah ini berat bagi UIN. Tetapi, saya yakin akan tercapai jika seluruh warga kampus serius menuju ke arah itu.

Massage ketua MUI di atas, saya.sudah respon sebagai berikut:
Beragama dengan bermodalkan semangat, di satu sisi adalah sangat penting yang oleh almarhum Prof. Dr. Hamka mengistilahlannya gira keagaman. Namun, beragama hanya dengan semangat belumlah cukup sebab bisa melahirkan manusia fanatis buta yang dilarang oleh agama sendiri bahkan bisa menciptakan generasi  khawarij modern. Tidak ada orang yang meragukan semangat keagamaan khawarij. Khawarij dalam sejarah diwakili oleh Abdurrahman bin Amr bin Mulajm al-Muradi yang lebih dikenal Ibnu Muljam membentuk sekte khawarij.
Tidak ada seorang pun meragukan salat malam Ibnu Muljam. Salat malamnya tidak ada yang  tertinggal, tetapi besoknya dia bunuh Kalifah Ali r.a. pada 19 Ramadan 41 di Masjid Agung Kufah. Dua hari kemudian Khalifah Ali meninggal dunia. Ibn Muljam membunuh Ali hanya  karena tidak sependapat tentang kebijakannya dalam Perang Shiffin. Pembunuhan itu tidak lepas sebagai akibat langsung dari semangat beragama yang berwawasan  sempit. Kawarij modern sekarang semakin menanampakkan diri yang salah satu cirinya seperti lebih menghayati agama daripada ulama besar yang tergabung di Majlis Ulama. Untuk itu, seperti dikemukakan Prof. Zainal, "Perlu diberi wawasan berupa ilmu pengetahuan yang memiliki hukum kausalitas yang sifatnya pasti. Agama dan sains harus sejalan."

Saya pernah mengelaborasi semangat Ibnu Muljam yang telah menjadikan wirid harian QS al Baqarah, 207, 
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya."
Tatkala Ali Ibnu Abi Talib akhirnya gugur, Ibnu Muljam pun dieksekusi mati dengan cara kisas. Proses kisasnya pun membuat kita tercengang karena saat tubuhnya telah diikat untuk dipenggal kepalanya, ia masih mengajukan permintaan terakhir kepada algojo agar melakukan eksekusi dengan cara sadis; “Jangan penggal kepalaku sekaligus. Tapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah,” kata Ibnu Muljam. Secara pribadi Ibnu Muljam seorang salih, tercermin dari salat malamnya yang tidak pernah alpa, sampai jidalnya hitam karena sujud sepanjang malam, kemampuan membaca dan menghapal al-Quran tidak diragukan. Manusia demikian belumlah sempurna. Dia perlu menyempurnakan dirinya dengan wawasan sains dengan belajar menghargai orang lain. Sehingga pada dirinya memiliki hubungan baik pada Allah swt. dan hubungan harmoni pada sesama manusia bahkan semua makhluk tampa membedakan.

Wassalam,
Makassar, 06 April 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR