HAZANAH SEJARAH: PERBEDAAN YANG TERCELA

Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, MA.

Bagian Pertama
Beberapa postingan sebelumnya lebih banyak memperkenalkan bagaimana bersikap toleransi pada perbedaan. Postingan kali ini akan menintrodusir perbedaan yang tidak dibenarkan baik sebagai umat atau bangsa, yaitu jika perbedaan itu akan jadi faktor penyebab timbulnya kekisruhan, kegaduhan, dan perpecahan, apalagi jika terjadi kekerasan di tengah masyarakat. Sebab asas utama bermasyarakat adalah persatuan dan menghindari timbulnya perpecahan.

Persatuan diperlukan justru karena umat tidak seragam. Mereka berada dalam keanekaragaman bahasa, budaya, suku, mazhab, pemahaman agama dan sebagainya. Apalagi di Indonesia, negeri yang bhinneka, multi etnis dan suku. Boleh jadi benar pendapat yang mengatakan, "Jika ada usaha yang memaksakan kehendaknya agar semuanya menjadi sama dan seragam hanya satu pendapat, agama, dan paham keagaman. Usaha itu sama dengan upaya melestarikan perpecahan dan konflik itu sendiri."
Persatuan bukan menyamakan semuanya, tapi, untuk saling menghormati dan menciptakan harmoni dalam perbedaan. Keberagaman pemahaman umat Islam seharusnya jadi modal utama untuk bersatu. Persatuan diperlukan karena adanya perbedaan. Andai umat seragam tidak perlu lagi persatuan. Dalam hubungan ini, al-Qardawi mengatakan banyaknya mazhab adalah sunnatullah. Untuk itu, menurut beliau, "Saya tidak pernah sedih jika setiap saat muncul madrasah, organisasi, dan mazhab dalam Islam sebab itu adalah sesuatu yang alamiah. Yang saya sedihkan bahkan membuat saya sampai menitikkan air mata kesedihan jika antara madrasah, organisasi, dan mazhab ingin saling menafikan satu dengan yang lain." Keanekaragaman justru diperlukan munculnya sikap tasamuh demi persatuan dan harmoni dalam multi ragam. Mungkin umat perlu belajar, bagaimana menikmati perbedaan di tengah keanekaragaman itu untuk menghindari terjadinya perbedaan yang bisa jadi faktor terjadinya التفرق المذموم atau perpecahan yang tidak dibolehkan

Wassalam,
Makassar, 21 November 2019 

Bagian Kedua

Al-Qardawy menulis tentang faktor penyebab munculnya perbedaan yang dilarang. Di bawah ini sengaja saya salin teks  orisinalnya agar netizen bisa menganalisah dan memperkayanya:
 الاختلاف المذموم هو:
١. ماكان سببه البغي واتباع الهوى، ... .
٢،- وهوختلاف الذى يؤدى إلى تفرق الكلمة وتعاد الامة، وتنازع الطوائف، ...،
Perbedaan yang tercela adalah:
1. Apabila menimbulkan kebencian dan mengikuti hawa nafsu. ...Allah mengecam dan mencela umat terdahulu yang ingin tetap melestarikan perbedaan, karena didorong kecintaan berlebihan pada dunia. Kecaman ini, boleh saja terjadi pada umat masa kini yang ingin mempertahankan perpecahan karena secara tak sadar ingin mendapatkan keuntungan duniawi dari sebuah lembaga bantuan yang juga punya kepentingan tertentu pula.
2. Perbedaan pendapat yang mengakibatkan timbulnya perpecahan  dan permusuhan sesama umat dan antar kelompok. ...Walau pun menyangkut masalah furu, jika bisa membawa pada perpecahan juga dikategorikan sebagai perbedaan yang  tercela. Banyak nas-nas al-Quran  dan sunah Nabi saw. mengecam adanya perpecahan, sebaliknya menyuruh untuk bersatu. 

Dalam sebuah seri tulisan ini telah di-sharing bahwa di antara kelemahan umat adalah lebih hobi berpecah daripada bersatu, seperti kejadian di Timur Tengah saat ini. Pada seri yang lain, penulis menghimbau kepada para pemimpin umat agar menahan diri untuk membuat pernyataan yang bisa jadi faktor penyebab terjadinya perpecahan, misalnya dengan mengatakan, "Semakin panjang janggut semakin goblok." Walau saya tidak berjanggut, saya menghormati orang yang berjanggut karena menurut anggapan mereka sebuah usaha meneladani sunah Nabi saw. Sebaliknya mereka juga harus menghargai orang  yang tidak berjanggut karena berjanggut baginya termasuk kebiasaan Nabi sebagai manusia. Sedang kebiasaan Nabi sebagai manusia adalah masalah pilihan, apa lagi tidak adadi  dalil yang sarih memperkuatnya. Hanya dengan saling menghormati dan menghargai, barulah umat akan bisa bersatu. Pelajaran inilah yang saya  dapatkan dari seorang ulama dan guru besar, ketika masih menjadi mahasiswa di PPs Jakarta. Kembali lagi, jangan berhenti pada perbedaan, Tetapi, lanjutkanlah dengan menelaah argumentasi  di balik terjadinya kedua pendapat yang berbeda itu. Apa pun pendapat yang diperpegangi setelah itu, mereka tetap harus menghormati pendapat lain sepanjang memiliki argumen atau dalil. Sebab menyangkut masalah ijtihadiyah, menurut al-Qardawy, tidaklah bisa dipastikan mana yang lebih benar.

Wassalam,
Makassar, 22 November 2019



Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR