KHAZANAH SEJARAH, PERBEDAAN MUNCUL KARENA KEHENDAK ALLAH SWT. YANG DISEBUT طبيعة الدين

.Oleh Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, MA

Tulisan Keenam

Tulisan ini terinspirasi sebuah pembahasan halakah keagamaan di Dewan Syura DPP IMMIM beberapa waktu lewat yang nara sumbernya Dr. H. Rauf Amin, Lc. Untuk itu saya lebih dahulu posting ke Drs. AGH Muhammad Ahmad sebagai ketuanya saat itu untuk ditelaah sebelum sampai pada netizen. Terima kasih pada Gurutta yang telah meluangkan waktu menelaahnya.

Tulisan ini juga dipengaruhi buku Syekh Yusuf al-Qardawy yang sementara saya bahas. Untuk itu saya sengaja kutip dari buku aslinya di bawah ini:

فأما طبيعة الدين، فقد أراد. الله تعالى، أن يكون الأحكامه المنصوص عليه الالمسكوت عنه، وأن يكون فى المنصوص عليه المحكمات والمتشابهات، والقطعيات والظنيات، والتصريح والمؤل، لتعمل العقول فى الاجتهاد والا ستنباط، والتسليم فيما لا يقبل لذلك إيمانا بالغيب، وتصديق بالحق،  وهذا يتحقق الابتلاء .... ( الانسان ٢)

Artinya:
Allah telah menghendaki bahwa di antara hukum-hukumnya, ada yang ditegaskan secara eksplisit dan ada pula yang  implisit. Di antara yang ditegaskan secara eksplisit terdapat hal yang muhkamat dan mutasyabihat, qatiyat (pasti) dan zanniyat (belum pasti) , sharih (jelas), muawwal (memungkin interpretasi). (Tiga bentuk ayat terakhir).... memungkinkan munculnya ijtihad dan istinbat (penggalian hukum-hukum-Nya), maka kita dituntut melakukannya. Sedang berkenaan dengan hal yang tidak memungkinkan tersebut, kita dituntut untuk menerimanya. Dimaksudkan sebagai ujian ...(QS: Insan: 2).

Al-Qardawy memperkuat argumennya dengan menyuruh mendalami firman Allah, QS Ali Imran: 7.  Bahkan sebelum memasuki tahap pembahasan lebih jauh, pembaca  diminta memperhatikan perbedaan pada tahap qiraat al-Quran sendiri. Terdapat tujuh bahkan sepuluh macam qiraat al-Quran. Semua macam qiraat itu telah diterima umat. Tak satu pun ulama kaum muslimin yang keberatan menerimanya, karena semuanya bersumber dari Nabi saw.  Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Masud r.a. berkata:

سمعت رجلا قرأ اية  وسمعت رسول الله صلم يقرا خلافها فأخبرفعرفت فى وجهه الكراهة فقال كلا كما محسن ولا تختلفوا فإن من كان قبلكم إختلفوا فهلكوا

Artinya:
Saya mendengar  seorang lelaki  membaca sebuah ayat tetap qiraat orang itu berbeda dari qiraat yang pernah aku dengar dari Rasulullah saw. lalu saya khabarkan hal tersebut kekada Nabi saw. Maka aku melihat perubahan di wajal (sebagai tandan tidak suka) beiau bersabda: “Keduanya adalah baik. Jangalah kalian berselisih. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka bersisih.”saya tutup

Artinya, perbedaan yang terjadi boleh jadi direstui oleh nas: al-Quran dan Hadis. Perbedaan itu, perlu ditenerima sebagai tanda ketaatan pada Allah swt. dan rasul-Nya. Terima kasih pada AGH Muhammad Ahmad telah memperkaya tulisan ini dengan berpesan bahwa tulisan ini akan lebih sempurna jika ditelaah juga buku Prof. Abd. Halim Mahmud yang berjudul الإسلام عقيدة و شريعة. Bab tentang أسباب اختلاف الأئمة.

Akhirnya, tulisan ini dengan sebuah puisi yang pernah saya bacakan ketika peluncuran buku Prof. Syafii Maarif,

KEBHINNEKAAN SUNATULLAH

Al-Qur'an beragam ayat
muhkamat-qatiyat
mutasyabihat-zanniyat
dua ayat terakhir
memungkinkan beda pendapat.
al-Qur'an berisi firman Allah
Allah-lah menghendaki kebhinnekaan
andai Allah ingin seragam
tinggal menurunkan ayat muhkamat
dan memperkenalkan ayat qatiyat.

Kebhinnekaan agar saling shering untuk berfastabiqul khaerat kehidupan akan semakin kaku jika semua ditunggal-ikakan polisi pun akan kebingunan membedakan penjahat dan orang baik
dunia pasti akan pudar
akibat semua seragam warna
kebinekaan sunnatullah
sebagai tanda kuasa Allah

Wassalam,
Makassar, 27 September 2019

Tulisan Ketujuh

Perbedaan, menurut al-Qardawy, bisa disebabkan faktor tabiat bahasa dalam teks keagamaan. Beliau mencontoh satu ayat tentang wudu, yaitu QS al-Maidah: 6.

يا أيها الذين آمنوا إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وأيديكم إلى المرافق وامسحوا برءوسكم وأرجلكم إلى الكعبين وإن كنتم جنبا فاطهروا وإن كنتم مرضى أو على سفر أو جاء أحد منكم من الغائط أو لامستم النساء فلم تجدوا ماء فتيمموا صعيدا طيبا فامسحوا بوجوهكم وأيديكم منه ما يريد الله ليجعل عليكم من حرج ولكن يريد ليطهركم وليتم نعمته عليكم لعلكم تشكرون

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

Dari satu ayat di atas, sudah menimbulkan beberapa pemahaman dan penafsiran yang berlainan di kalangan ulama fikih yang semuanya berkaitan dengan tabiat bahasa, misalnya:
1. Apakah tertib antara ke empat anggota badan yang harus dicuci itu" wajib atau tidak?
2. Apakah huruf "ila" dalam firman Allah:  "ila mirfaqaini dan ila ka'bain,"   berarti "sampai dengan" atau "sampai"?
3. Apakah huruf "ba' dalam firman Allah: "bi ruusikum," berarti  "seluruh" atau  "sebagian" atau sekedar huruf tambahan yang tidak memberi arti apa-apa?
4. Apakah maksud firman Allah, "au lamastumu annisa'," sentuhan kulit atau kiasan tentang hubungan seksual sebagaimana pendapat Ibn Abbas.
5. Apa yang dimaksud dengan "tanah" yang digunakan untuk tayammum itu? Apakah "bisa debu" ataukah benda-benda sejenis tanah lainnya?    
6. Apa maksud "tangan" dalam firman Allah: "bi wujuhikum wa aidiyakum"? Apakah kedua pergelangan tangan saja ataukah sampai dengan kedua siku seperti dalam wudu?
7. Apa arti firman Allah,  Dalam "falam tajuduu maa an," (jika tidak mendapatkan air)? Apakah orang-orang yang tidak mendapatkan air sama sekali ataukah juga orang-orang yang mendapatkan tetapi diperlukan untuk minum atau masak, namun tidak cukup untuk duduk?
Dan berbagai kemungkinan lainnya yang menjadi sebab timbulnya perbedaan para fuqaha.

Menurut al-Qardawy, baru satu ayat saja bisa menimbulkan tujuh pandangan para ulama yang berbeda-beda, karena tabiat bahasa. Beliau sengaja mengutip satu ayat di atas, sekedar mengingatkan bahwa perbedaan dalam masalah furu' adalah sebuah kemestian. Bahkan, beliau menentang bahwa barang siapa yang bercita-cita ingin agar semua umat Islam sedunia hanya keluar dalam satu pendapat dalam masalah furu adalah impossibel dalam istilah beliau لم يكن وقوعه tidak mungkin terwujud dalam realitas.

Wassalam,
Makassar, 28 September 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR