FOOTNOTE HISTORIS: OBJEKTIVITAS SEORANG POLITISI, MUNGKINKAH


by Ahmad M. Sewang

Menjawab pertanyaan pada judul artikel hari ini, bisa dilihat pada debat di tv, seperti Dua Sisi yang dipandu oleh Dwi Anggia  di tv One atau pembawa Tall Show, Rosiana Silalahi di Kompas tv, dan Polical Show yang dipandu Rivana Pratiwi di CNN.

Memperhatikan para peserta debat di atas seakan politisi bertindak sebagai seorang marketing politik yang sangat sulit objektive, dia bag penjual kecap yang tidak ada kekurangannya, semua nomor satu, walau sudah ada kecap yang abal-abal di pasaran. Tidak heran jika seorang politisi Prancis sekaligus Perdana Menteri pertamanya, Charles de Gaulle, berkata, "Saya heran jika orang percaya apa yang saya sampaikan, sebab saya sendiri tidak percaya."

Dalam pandangan budaya Bugis, dikenal ungkapan dalam sebuah narasi bahwa politisi digambarkan, "Balle-balle pammulanna, ceko-ceko ri tanggana, pettu perru ricappana." Politik diaawali dengan kebohongan, dipenuhi tipuan ditengahnya, dan diakhiri dengan pengkhianatan.

Di antara penyebabnya,  seorang politisi akan sulit berkata benar jika berbeda dengan garis kebijakan partainya. Sekalipun demikian, sebagai seorang umat beragama, kita perlu selalu memelihara  keseimbangan dengan tidak harus mencela secara berlebihan para politisi, sebab jika sudah terlanjur menghindari ulah para politisi, maka dunia politik akan dikuasai para pareman politik, pada hal dunia politik salah satu professi yang kita perlukan.

Wasalam,
Kompleks GPM, 20 Juli 2023 M/ 1 Muharram 1445 H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR