Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

NILAI-NILAI AGAMA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA

by Ahmad M. Sewang Bagian Pertama  Pada 14 Agustus 2020 dilakukan  Webinar oleh WA Dosen Progresif UIN Alauddin. Agar lebih terasa manfaatnya, maka sengaja makalahnya diviralkan dalam bentuk seri,  "NILAI-NILAI AGAMA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA" Judul di atas terasa luas, maka perlu dibatasi pada lima sub masalah yang sebagian ditinjau pada persektif sejarah, dimaksudkan agar tidak terlalu jauh keluar dari bidang spesialisasi yang saya tekuni selama ini. Pembatasan dilakukan agar juga bisa lebih leluasa memilih sub masalah tentang nilai agama bisa diparalelkan dengan nilai kebangsaan sehingga jadi sebuah kesatuan terintegrasi tanpa ada perasaan untuk mempertentangkan keduanya.  Sang Guru Bangsa almarhum Prof. Dr.  Nurkholish Madjid menulis sebuah buku berjudul, Keislaman dan Keindonesiaan. Buku ini bertujuan agar seorang muslim tidak memisahkan antara agamanya dan bangsanya. Jadi nilai-nalai yang saya kemukakan ini diharapkan berlaku umum bagi semua WNI, antara lain nilai: 1. Ke

SOSIALISASI PEMILIHAN WALIKOTA MAKASSAR DAN PENGAWASAN PARTISIPATIF BERSAMA PARA MUBALIG

  by Ahmad M. Sewang  Bagian Pertama   Tulisan ini berasal dari bahan sosialisaai Pemilihan Walikota Makassar, sengaja diviralkan agar bisa bermanfaat kepada para pemilih, khususnya para pemilih Walikota Makassar. Sosialisasi dilakukan okeh Bawaslu bekerja sama dengan DPP IMMIM dan pesertanya adalah para mubalig di bawah Yuridiksi DPP IMMIM sejumlah 100 peserta, bertempat di Best Western Hotel, 25 Agustus 2020. Sosialisasi dimaksudkan agar mubalig mendapatkan pengetahuan tentang aturan pemilihan Walikota yang berlangsung 9 Desember tahun ini, juga dimaksudkan agar para mubalig ikut serta berpartisipasi sebagai pengawas in formal, "Mengingat SDM Bawaslu sangat terbatas dalam menghadapi para peserta pemilihan Walikota (Pilwali) yang diikuti sebanyak 1,5 juta," kata ketua Bawaslu kota Makassar dalam sambutannya. Tujuan lainnya dimaksudkan agar para mubalig sebagai pemilih tidak membeli kucing dalam karung, sehingga tidak menyesal salah pilih. Salah pilih berarti mereka sudah mem

KHAZANAH SEJARAH: MAKNA TAHUM HIJRIAH

by Ahmad M. Sewang  Bagian Kedua   Hasil penelitian penulis, menunjukkan bahwa penduduk pribumi sebelum Kolonial masuk ke Nusantara yang dipakai adalah penanggalan Hijriah, bersamaan kedatangan Belanda penanggalan Hijriah surut dan sedikit demi sedikit digantikan penanggalan Masehi yang semakin berpengaruh, sekalipun tidak langsung surut secara bersamaan. Pada daerah tertentu mulanya terdapat adaptasi atau kuduanya digunakan secara paralel, dapat dilihat pada Lontara Bilang yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Belanda yang diberi nama Dag book atau Catatan Harian Kerajaan Gowa. Di sana tercatat berbagai peristiwa penting di Kerajaan Gowa yang digunakan secara seimbang antara penanggalan Hijriah dan penanggalan Miladiah.  Namun lambat laun penanggalan Hijriah redup, sejalan dengan semakin kokohnya budaya kolonialisme digantikan penanggalan Miladiah. Semakin redup dan menunjukkan dominasinya penanggalan masehi. Sebagai contoh dapat kita periksa pada diri kita masing-masing dengan menjaw

KHAZANA SEJARAH: HAKIKAT KEMERDEKAAN

by Ahmad M. Sewang 17 Agustus 1945 adalah hari kemerdekaan kita dari kolonial. Kemerdekaan artinya bebas dari segala bentuk panjajahan, baik fisik atau pun psychic (jiwa). Kemerdekaan fisik, artinya bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan secara fisik. Sekarang kedaulatan sudah ada di tangan sendiri, para kolonial  sudah 75 tahun angkat kaki di tanah ibu pertiwi. Pertanyaannya, apa betul kita sudah merdeka? Ternyata, jika berpegang pada definisi di atas, bangsa masih terjajah dari segi jiwa, karena belum bebas dari kemiskinan dan kebodohan. Jika the founding fathers telah berhasil mengantar bangsa ke pintu gerbang kemerdekaan, maka tugas kita sebagai generasi masa kini, bertugas untuk mengisi kemerdekaan itu dengan membebaskan bangsa ini dari kemiskinan dan kebodohan menuju masyarakat adil dan makmur. Ir. Soekarno, presiden pertama R.I. berkata, kemerdekaan sesungguhnya, jika seluruh rakyat Indonesia sudah bebas dari kemiskinan. Itu berarti kita belum merdeka, sebab masih banyak pemin

KHAZANAH SEJARAH:KETERBATASAN SEHARUSNYA MEMBAWA PADA SIKAP TAWADU

by Ahmad M. Sewang Bagian Pertama  Prof. Quraish Shihab dalam sebuah ceramah di Fakultas Kedokteran Unniversitas Hasanuddin beberapa tahun silam. Beliau menyampaikan keluhan Prof. Rein dari Universitas Amsterdam pada awal tahun '30-an. Prof. Rein, seorang guru besar di bidang kedokteran dalam sebuah kesempatan menyampaikan keluhannya, "Selama ini yang dipelajari dari manusia terbatas pada bagian fisiknya saja. Di lab. yang diperkenalkan kepada mahasiswa tidak lebih dari fisik kasar manusia, tidak pernah menyentuh masalah yang bersifat rohaniah, apalagi masalah-masalah metafisis, misalnya masalah agama. Masalah ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri," demikian keluh-nya.  Keluhan itu akan semakin terasa jika dilihat dari perspektif masa kini. Tampaknys, perkembangan ilmu pengetahuan semakin menuju bidang spesialisasi, seorang dokter misalnya, mempelajari manusia berdasarkan pembidangan yang ada dalam ilmu kedokteran itu dan menggeluti hanya bahagian k

KHAZANAH SEJARAH: MENCARI TITIK TEMU MENUJU PERSATUAN UMAT

by Ahmad M. Sewang Prof. Qasim Matar, terima kasih atas pertanyaanya. Sesungguhnya, penulis yakin sebagai intelektual, Prof. lebih mampu menjawab sendiri terhadap apa yang ditanyakan, yaitu kenapa Syekh Yusuf al-Qardawi menarik diri dari Risalah Amman. Boleh jadi, jawaban penulis terhadap apa yang  ditanyakan mungkin jauh dari memuaskan. Penulis juga merasa pertanyaan Prof. bisa menghambat agenda pribadi. Sebab penulis sedang mempersiapkan buku tentang Khazanah Sejarah Jilid II dan III yang sedang mendesak penyelesaiannya. Penulis hanya memetik hikmah di balik pandemi dengan menulis. Semoga ini akan lebih berdaya guna darpadai sekedar menanggapi pertanyaan yang terkadang kurang relevan, seperti sebelumnya. Karena itu, mungkin jika ada pertanyaan, penulis tidak akan merespons lagi kecuali yang sangat urgen. Demikian halnya, untuk sementara waktu, tidak akan menanggapi postingan teman kecuali yang mendesak, seperti dua tiga hari lalu setelah membaca WA yang menamakan diri WA "Elit Q

KHAZANAH SEJARAH: RESPONS TERHADAP PERTANYAAN TENTANG MOTTO IMMIM

by Ahmad M. Sewang Motto IMMIM, "Bersatu dalam Akidah dan Toleransi dalam Furu Khilafiah." Walaupun penulis pada dasarnya enggan menanggapinya sebab masalah ini sudah terjawab sebelumnya. Apalagi pertayaan ini datang dari orang yang sama dan juga penulis telah berulang kali menjawabnya. Mohon maaf, jika harus berkata bahwa pertanyaannya juga bak kata pepatah Melayu lama, "Lain yang gatal lain yang digarut." Yang dibahas masalah Prasyarat Persatuan Umat, tetapi yang ditanyakan justru motto IMMIM. Sebaiknya, semangat profesionalitas yang perlu dikedepankan. Tetapi, setelah memperhatikan, keseriusan penanya, akhirnya juga penulis kembali meresponsnya. Karena pertanyaan ini pengulangan, maka jawabannya pun tak bisa dihindari ada yang berulang. Mungkin sahabatku, tidak punya kesempatan memperhatikan ketika di viralkan sehingga sampai pertanyaan berulang kembali. Padahal jawaban panjang lebar sudah dimuat juga di WA Kajian Islam al-Markas. Motto IMMIM yang dipertanyakan d