HIKMAH KE 14 DALAM KITAB AL-HIKAM

Ahmad Mujahid

اَلْكَوْنُ كُلُّهُ ظُلْمَةٌ  وَإِنَّمَا أَنَارَهُ ظُهُوْرُ الْحَقِّ فِيْهِ , فَمَنْ رَأَى الْكَوْنَ وَلَمْ يَشْهَدْهُ فِيْهِ أَوْ عِنْدَهُ أَوْ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ فَقَدْ اَعْوَزَهُ وُجُوْدُ الْأَنْوَارِ, وَحُجِبَتْ عَنْهُ شُمُوْسُ الْمَعَارِفِ بِسُحُبِ الْآثَارِ.
Artinya: “Alam semesta (al-kaun) itu kesemuanya berupa kegelapan, sedang penerangnya, adalah dzahirnya (tampilnya) al-Haq (Allah) di dalamnya, maka barangsiapa melihat alam semesta namun tidak menyaksikan Al-Haq di dalamnya, atau padanya, atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka benar-benar ia telah tersilaukan oleh wujud  cahaya-cahaya, dan telah terhijab (tertutup) ia dari matahari ma’rifat  oleh awan-awan jejak penciptaan.”

Menurut penulis, dalam kalimat hikmah ke 14 di atas, dapat dipahami beberapa point yang ingin dikemukakan oleh Ibnu Athaallah, yaitu: 
Pertama. Ibnu Athaallah ingin menegaskan bahwa segala sesuatu yang berupa al-kaun atau makhluk yang diciptakan Allah, pada asalnya atau awalya adalah kegelapan. Makna kegelepan di sini adalah berasal dari ketiadaan, maka tidak diketahui, tidak tampak. Lalu Allah sebagai Pencipta menciptakan seluruh al-kaun, maka al-kaun tersebut menjadi hadir, tampak, terlihat dan atau diselimuti oleh cahaya Allah dan kekuasaan-Nya.

Kedua. Oleh karena itu, siapa pun yang melihat dirinya sebagai al-kaun dan melihat al-kaun lainnya, namun ia tidak menyadari kehadiran kekuasaan Allah pada dirinya begitu pula pada al-kaun lainnya,, maka sungguh ia telah terhijab dari Allah. Tertutup dari merasakan kesadaran kehadiran Allah dalam hidup dan kehidupannya.

Ketiga. Sejatinya setiap orang ketika melihat al-kaun atau ciptaan termasuk dirinya sendiri, maka semestinya ia merasakan dan menyadari kehadiran Allah pada setiap al-kaun dan atau pada dirinya sendiri. Oleh karena Allah sebagai Rabbul alamiin, tidak pernah terpisah dengan al-kaun. 

Dengan kata lain, tidak ada al-kaun tanpa Rabbul alamiin. al-Kaun adalah bukti eksistensi Allah Rabbul alamiin. Oleh karena itu, apabila melihat diri sendiri sebagai al-kaun dan atau berinteraksi dengan al-kaun lainnya, maka sadarilah kehadiran Rabbul alamiin pada setiap al-kaun.

Keempat. Ibnu Athaallah selanjutnya mengemukakan beberapa tahapan hadirnya kesadaran ilahiah pada diri seseorang, yaitu: 1) Kesadaran ilahiah itu hadir setelah ia melihat al-kaun. Dengan kata lain, semua makhluk atau al-kaun telah menjadi instrumen zikirnya kepada Allah. 

2) Kesadaran ilahia pada diri seseorang hadir bersamaan dengan ia melihat al-kaun. Tahapan ini, lebih tinggi tingkatannya dari tahapan sebelumnya. 3) Adapun tingkatan yang paling tinggi adalah kehadiran kesadaran ilahia tersebut telah hadir lebih dahulu sebelum ia melihat dan atau berinteraksi dengan al-kaun atau ciptaan.

Kelima. Apabila seseorang yang tidak berada pada salah satu tingkatan atau tahapan zikir seperti yang dikemukakan pada poin keempat, maka sungguh ia telah terhijab atau tertutup dari Allah dengan hijab yang besar dan tebal. Adapun wujud hijab atau penutup yang dimaksud adalah al-kaun atau ciptaan itu sendiri termasuk dirinya sendiri sebagai al-kaun. Mata orang tersebut ketika melihat dirinya sendiri dan al-kaun lainnya, ia hanya terfokus pada al-kaun dan buta dari Pencipta al-kaun. 

Dengan kata lain, orang yang keadaannya demikian, kegelapan al-kaun telah menjadi hijab bagi dirinya. Selain hijab dalam bentuk kegelapan, cahaya terang yang menyilaukan mata pun dapat menjadi hijab bagi seseorang. Seperti teriknya cahaya matahari menjadi hijab dari matahari itu sendiri. Dengan kata lain, cahaya terang benderang dari matahari dapat menyilaukan seseorang sehingga ia tidak menyadari kehadiran matahari. Dia berhenti pada bayang-bayang, tertutup dari sumber bayangan atau cahaya. 

Saudaraku, Bukankah sudah saatnya kita lebih fokus pada sang Pencipta makhluk dan bukan hanya fokus pada makhluk-Nya? Bukankah sudah saatnya kita menghilangkan dan mengangkat hijab kegelapan dan hijab cahaya untup dapat "melihat" eksistensi Allah dan merasakan kehadiran kekuasaan-Nya serta senantiasa kalbu kita memiliki dan dipenuhi oleh kesadaran ilahiah. Demikian keterangan hikmah dari Ibnu Athaallah. Wa Allah A'lam. “Allah Cahaya lelangit dan bumi..” (QS. An-Nuur[24]:35).

Makassar 25 Juni 2023.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR