KEBENCIANKU, SESAK NAFAS INTELEKTUAL-SPIRITUAL ILAHIKU

Ahmad Mujahid

Kehidupan di dunia ini, ternyata tidak terlepas dari cinta dan benci. Suatu saat aku secara terpaksa dan terjebak dalam dua pilihan, yakni menolak dan membenci ataukah menerima dan mencintai. Aku disuruh memilih cinta atau benci. Semua manusia mengalami dilema ini, di dalam kehidupannya. Manusia mesti memilih salah satunya,.cinta atau benci dan ataukah kedua-duanya. 

Pengalaman hidup yang telah kujalani lebih dari setengah abad, dengan bijak mengajariku untuk memilih cinta dan mengesampingkan kebencian. Kehidupanku telah menjadi guru hikmah bagiku. Beliau berkata kepadaku: 
"Wahai muridku, sungguh Allah menciptakan aku dan dirimu berdasarkan sifat Rahman-Nya bukan berdasarkan sifat Ghadab-Nya. Oleh karena itu Allah menamai diriku dan dirimu serta seluruh al-kaun sebagai khalqur Rahman, termasuk iblis dan setan. Seluruh al-kaun atau ciptaan di sandarkan kepada sifat ar-Rahman-Nya. Bahkan Allah mewajibkan diri-Nya bersifat Rahman kepada seluruh ciptaan-Nya. Buktinya ketika iblis memohon penangguhan usia kehidupannya, Allah menerima dan mengabulkan permohonnya. Pengabulan dan penerimaan Allah atas doa iblis merupakan wujud dari kebajikan Rahman-Nya (Rahmat Rahmani)" 

Sang guru kehidupanku, memerintahkan kepadaku untuk mereview perjalanan kehidupanku, yang telah kujalani dengan cinta dan kebencian. Sebagai murid, aku pun melakukan napak tilas perjalanan hidupku. Dari napak tilas tersebut, akhirnya kukatakan pada diriku, bahwa baik cinta maupun kebencian telah mewarnai hidup dan kehidupanku. Keduanya memberi warna yang kontra produktif. Cinta memberi warna penerimaan, sementara benci memberi warna penolakan; cinta memberi nafas kehidupan yang longgar, berbeda dengan kebencian mengakibatkan sesak nafas kehidupan. Cinta menjadikan hidup dan kehidupanku tersenyum, tenang, damai dan bahagia. Sementara kebencianku, mematikan senyuman hidupku, wajah kehidupanku menjadi gelap tanpa cahaya. Kalbuku digelapi noktah hitam kotoran amarah, kegalauan, stress, pustrasi akibat kebencian. 
Kesimpulan akhirnya, sebagai hamba yang dianugrahi akal intelektual spititual ilahi tentu aku lebih memilih hidup dalam cinta dibanding hidup dalam kebenciaan. Hanya orang yang telah dikuasai oleh hawa nafsu dan menjadi pengikut setan yang akan menjatuhkan pilihan pada kebencian. Bukankah iblis dan setan menjalani hidup dan kehidupannya dengan kebencian kepada Adam dan anak cucunya tanpa sedikitpun cinta.

Kebencian iblis kepada Adam telah mematikan cahaya spiritualitas dirinya yang ia telah bina selama enam ribu tahun dalam penghambaan kepada Allah. Puncak kematian spiritualitas ilahiahnya adalah ketika iblis tanpa mampu lagi menyadari kehadiran Allah dalam dirinya dan pada diri Adam. Semuanya tertutupi oleh kebencian dan kesombongan. Orang yang dikuasai oleh amarah kebencian akan menghinakan yang dibencinya dan bersikap sombong dan angkuh kepada obyek yang dibencinya. Maka tidak salah, jika dikatakan bahwa kebencian saudara kembar dengan kesombongan baik secara identik maupun tidak identik. 

Itulah pelajaran hikmah yang kutemukan dari kebencian iblis kepada Adam. Pelajaran hikmah ini tidak akan ketemukan, jika kebencianku kepada iblis yang memang telah menjadi musuh kemanusiaan dan religius spiritualku, telah menutupi dan membuat sesak nafas intelektual.spiritual ilahiahku. Aku pun teringat pesan hikmah al-Quran yang menyatakan: "boleh jadi engkau membenci sesuatu, padahal pada sesuatu yang kau benci itu, ada hikmah kebajikan di dalamnya...." 

Dari sini, maka aku berpesan pada diriku sendiri, untuk berhati-hati membenci sesuatu secara berlebihan, meskipun kelihatan ia wajar dan pantas dibenci. Karena kebencian yang berlebihan akan membuat sesak nafas intelektual dan bahkan mematikan religius-spiritual ilahiahmu. Naluri akal intelektual spiritualku mengingatkan dan menasehatkan bahwa hikmah ilahiah Allah tidak hanya tersebar dan tampak pada perintah-perintah-Nya tetapi juga tersebar pada larangan-larangan-Nya meskipun tidak semua orang menemukannya. 

Lebih lanjut naluri akal intelektual spiritual ilahiaku berkata: "berusaha keraslah menemukan hikmah ilahiah dalam ujian kesusahanmu, meskipun ia sangat tersembunyi. Jangan biarkan penolakan dan kebencianmu kepada ujian kesusahan menjadi hijab tebal intelektual spiritual ilahiahmu, akibatnya, engkau akan kehilangan banyak pelajaran berharga dan hikmah ilahiah. Sebaliknya berhati-hatilah dalam dan dengan ujian kesenangan. Penerimaan penuh cinta dan suka yang berlebihan terhadap ujian kesenangan, bisa mengakibatkan engkau kehilangan hikmah ilahiah, yang menyebabkan engkau mengalami sesak nafas dan bahkan mematikan intelektual spiritual ilahiahmu. 
Kenali dan pelajarilah ujian kesenanganmu, apabila ia ringan bagi hawa nafsumu maka tinggalkanlah. Namun apabila berat bagi hawa nafsumu maka ambillah. Demikian al-Arifin menasehatkan.

Setelah aku mereview dan melakukan napak tilas kehidupan yang telah kujalani kurang lebih setengah abad lamanya, dan menghasilkan kesimpulan yang kuuraikan di atas, aku menghadap kepada sang guru kehidupanku dan menyampaikan hasil napak tilas kehidupanku. Mendengar kesimpulan yang kusampaikan, sang guru kehidupan pun berkata kepadaku sebagai nasehat yang sangat berharga dan mahal, sebagai berikut:
"wahai muridku, berhati-hatilah dengan kebencian, karena Rasulullah Saw. pernah bersabda: " dabba ilaikum daaul umam qablakum al-baqhdhau wa al-hasad."  Artinya, telah menjalar kepada kalian penyakit umat sebelum kalian, yaitu kebencian dan dendam. Selanjutnya sang guru kehidupanku mengatakan: "Ada tiga perkara yang menyebabkan timbulnya kebencian, yaitu kemunafikan, kedhaliman dan ujub atau bangga diri. 
Dengan cermat aku mendengarkan nasehat guru kehidupanku, aku kemudian berkata: "kalau begitu guruku, kebencian itu buah kemunafikan, wujud kedhaliman dan hasil dari kebodohan, karena hanya yang bodohlah yang bersifat ujub." 

Sang Guru kehidupanku, berkata: kira-kira demikianlah muridku. Ingatlah kata hikmah dari al-Arifin, ketika ia berkata: "Jangan membenci siapapun, tak peduli seberapa banyak kesalahan yang mereka lakukan terhadapmu. Hiduplah dengan rendah hati, tak peduli seberapa banyak kekayaanmu. Berpikirlah positif, tak peduli seberapa keras kehidupan yang kamu jalani. Berikanlah banyak, meskipun menerima sedikit. Tetaplah menjalin hubungan dengan orang-orang yang telah melupakanmu, maafkanlah orang yang berbuat salah padamu, dan jangan berhenti mendoakan yang terbaik untuk orang yang kau sayangi. 

Terakhir sang guru kehidupanku menasehatkan: "Contohlah Allah, kemurkaan-Nya kepada yang batil dan dhalim serta kepada pelaku kebatilan dan kedhaliman, dicahayai dengan rahmat Rahman, karena itu Allah berlaku adil dan tidak berlaku aniayah kepada mereka yang dimurkai." Jangan biarkan amarah kebencianmu membuatmu dhalim dan tidak adil. 

Wa Allah A'lam. Semoga manfaat. 
Makassar 18 Januari 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR