KHAZANAH SEJARAH: PERINGATAN MAULID NABI: BIDAH ATAU BUKAN?

By. Ahmad Sewang

Pada 12 R. Awal, hari Selasa pekan ini, DMI Wilayah Sulawesi Selatan, melaksanakan Peringatan Maulid Nabi saw. dalam bentuk diskusi. Ketua Umum DMI, Mayjen (Pur.) H.M. Amin Syam meminta kepada saya bisa mengantar diskusi sekaligus memantik masalah dalam menjawab problem, apa benar peringatan maulid Nabi saw. bidah?

Pada pertemuan yang dilaksanakan di sekretariat DMI, Jl. Cendrawasih Makassar, saya sengaja mengutip pendapat Prof. Dr. Syekh Yusuf al-Qardawi, beliau adalah Direktur Uni Ulama se Dunia yang berkedudukan di Dubai. Syekh al-Qardawi, ulama kelahiran Mesir yang sudah hafal Alquran sejak umur 10 tahun. Beliau seorang penulis produktif. Sebagai manusia pasti memiliki kelemahan, saya hanya mengutip yang saya anggap baik dan relevan untuk hidup di era kini. Beliau berpendapat bahwa ajaran Islam pada garis besarnya bisa dibagi dua, yaitu keseimbangan antara subut dan tatawwur, sebagaimana keseimbangan antara dunia dan akhirat dan antara ibadah mahdah dan kebudayaan. 

Subut artinya tetap, tidak akan pernah berubah sampai kiamat, seperti masalah ibadah mahda dan akidah pokok. Dalam ilmu budaya dikemukakan, "Selama tuhan bernama tuhan dan manusia bernama manusia hubungan itu konstan, tidak akan pernah mengalami bmperubahab. Kecuali jika manusia mengubah dirinya jadi tuhan dan tuhan turun derajatnya menjadi manusia, maka hubungan itu akan berubah." Nabi bersabda tentang ibadah mahdah atau ibadah langsung pada Allah swt.:
صلوا كما راييتمونى اصلى
(Salatlah kalian persis kalian melihat saya salat).

Sedang yang dimaksud tatawwur adalah sesuatu yang terus-menerus berkembang, berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman dan tempat, selalu harus ada inovatif (bidah). Jika tidak ada inovasi akan ditinggalkan umat atau ketinggalan. Pertanyaannya, apakah peringatan maulid Nabi saw. sesuatu yang subut atau tatawwur?

Di sinilah kontroversinya. Ada yang mengatakan subut sama dengan ibadah mahdah. Pendapat ini dipelopori oleh saudara kita di Arab Saudi. Beda dengan mayoritas ulama dari Maroko sampai Maroke semua setuju dilaksanakan peringatan maulid. Sedang peringatan maulid tidak hanya bicara masalah kelahiran Nabi, juga berbagai aspek ajaran Islam dan akan sangat bermanfaat pada pengembangan ajaran Islam itu sendiri.

Ketika melaksanakan ibadah umrah beberapa tahun lewat, saya sengaja ke maktab atau toko buku, mencari buku yang membicarakan argunentasi yang digunakan untuk mengharamkan peringatan maulid. Akhamdulillah, buku itu saya temukan yang ditulis oleh ulama paling berpengaruh di Saudi, Syekh Abdullah bin Abdul Azis bin Bas berjudul:
فتوى مهمة لاموم الأمة
Beliau berfatwa,
لايجوز الاحتفال بمولد الرسول صلم لان ذالك من البدع المحدثة في الدين لان الرسول صلم لم يفعله ولا خلفائه الراشدون ولا غيرهم من الصحابة رضوان الله عليهم ولا التابعون لهم بالاحسان في القرون المفضلة وهم أعلم الناس بالسنة وأكمل حبا لرسول الله صلم ومتابعة لشرعه ممن بعده
Pertanyaannya, apa benar maulid bidah dengan alasan hanya karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi, para sahabat, dan tabiin? Pertanyaan lanjutan, apakah kodifikasi Alquran juga termasuk bidah, karena Nabi tidak pernah melakukannya, tetapi dilakukan oleh umat sesudahnya, Khalifah ke-3 dari khulafah al-Rasyidin. Apakah tahun Hijrah juga bidah? sebab bukan Nabi yang menetapkannya, melainkan khalifah ke-2, Umar bin khattab. Menurut al-Qardawi, maulid bukanlah ajaran subut melainkan ajaran tatawwur dalam Islam. Maulid termasuk masalah kebudayaan.

Dalam kaidah ilmu sosial bahwa ke depan akan semakin banyak lagi perubahan. Baru saja saya mengikuti FGD Perpustakaan Makassar, kepala Perpustakaan Nasional mengatakan mobil-mobil yang sedang berkeliaran di jalan utama Jakarta dengan harga satu miliar, seperti Mercedes tidak lama lagi akan menjadi besi berkarat, digantikan oleh mobil listrik. Sama dengan mobil taksi yang terpaksa diparkir digantikan oleh mobil Grab.

Begitu banyak perubahan terjadi, semakin hari semakin cepat, masjid misalnya walau dekat dengan ibadah tetapi paling adaptif dengan kebudayaan, misalnya mesjid al-Markaz, masjid Padang, di Belanda, dan China. Tidak ada satu pun masjid-masjid itu yang sama bentuknya di dunia atau sama dengan bangunan masjid awal yang dibangun oleh Nabi. Apakah bentuk masjid sekarang bidah? Sebab tidak sama dengan bangunan Nabi saw. yaitu bangunan segi empat berlantai tanah, berdinding pelepah kurma dan beratap daun kurmah? Dalam masjid ada yang subut dan ada yang tatawur. Yang subut adalah penerapan nilai, harus menghadap ke Kabah, sedang yang tatawwur adalah bentuknya terserah pada ijtihad para arsitektur. Sama dengan berpakaian, nilainya wajib menutup aurat sedang bentuknya diserahkan pada para desainer. Saya sering khotbah dengan pakaian baju koko yang awalnya bikinan China tetapi pakaian itu berubah jadi pakaian takwa. Pakaian tersebut dapat diterima karena menutup aurat.

Di antara yang membuat umat bingung, sebab ajaran dasar tersebut di atas (subut dan tatawwur) biasa dipertukarkan dan dibolak-balik, ajaran subut ditukar menjadi tatawwur, demikian pula sebaliknya.

Natijah:
1. Dari Maroko sampai Maroke semua umat memperingati maulid, tinggal satu negara, yaitu saudara kita di Arab Saudi memiliki penafsiran tersendiri, yaitu Nabi tidak pernah memperingati maulid karena itu memperingatinya adalah bidah yang diada-adakan.
2. Dalam ilmu sosial akan semakin banyak inovasi bermunculan dalam masalah kebudayaan. Inovasi dalam bahasa Arab disebut bidah. Karena maulid adalah masalah kebudayaan bukan ibadah mahdah, maka maulid bukanlah bidah yang dimaksudkan oleh hadis.
3. Perbedaan ini, sekalipun tidak perlu dibesar-besarkan, "Umat Islam seharusnya saling menghargai perbedaan untuk fokus menghadapi masalah yang lebih substantif dan mendesak saat ini, yaitu Persatuan Umat, baik pada tingkat International atau pun tingkat regional, seperti di Indonesia."
Itulah natijah yang bisa disimpulkan pada diskusi maulid di DMI. Wallahu'alam 

Wasalam,
Makassar, 21 Oktober 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR