KESEIMBANGAN ANTARA IBADAH MAHDAH DAN IBADAH GAIRU MAHDAH

by Ahmad M. Sewang 

Setelah ajaran subut dan tatawwur dibicarakan, maka seri ini akan melanjutkan perbincabgan masalah antara ibadah mahdah dan gairu mahdah. Ibadah mahdah adalah ibadah langsung kepada Allah, seperti terangkum dalam rukun Islam. Ibadah mahdah sudah dibakukan oleh Nab saw. pada dasarnya tidak akan mengalami perubahan sepanjang zaman. Dalam ilmu budaya disebutkan, "Sepanjang Tuhan sebagai Tuhan, manusia sebagai manusia, maka hubungan kepadanya konstan tak berubah. Kecuali Tuhan berubah wujud jadi manusia dan manusia mengangkat diri dan sratusnya sebagai Tuhan, seperti terjadi dalam sejarah pemikiran manusia terhadap Tuhan, maka hubungan padanya juga akan mengalami perubahan." 

Sedang ibadah gairu mahdah adalah ibadah tidak langsung kepada Allah swt., yaitu segala bentuk aktivitas manusia yang dilakukan dengan dua syarat, yaitu niat lillahi taala dan amal yang dilakukannya sejalan dengan nilai ilahiyah, maka aktivitas itu akan mendapatkan pahala daripada-Nya. Dengan demikian, bekerja dan belajar adalah ibadah, dan demikian halnya aktivitas lainnya, sepanjang memenuhi dua syarat tadi. Ibadah mahdah berhubungan dengan muamalah kemasyarakatan dan kebudayaan. Masalah kebudayaan akan mengalami perubahan dan perkembangan dari masa ke masa, sesuai perkembangan zaman.

Akhir-akhir ini kita mengenal istilah, "Islam  Nusantara." Pertanyaannya, apakah ada Islam Nusantara? Jawabannya, boleh ya dan boleh sebaliknya, tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Muslim yang menolak Islam Nusantara, beralasan dengan melihatnya dari sisih ibadah mahdah. Pelaksanaan salat sebagai contoh, sama di mana pun di dunia ini sejak masa Nabi sampai dunia kiamat. Namun dari perspektif kebudayaan, maka jawabannya adalah "Islam Nusantara" itu memiliki wujud nyata. Islam  dari perspektif kebudayaan sangat variatif. Di mana dan kapan saja Islam berada, selalu dipengaruhi oleh budaya setempat. Sebagai contoh, bentuk masjid dan pakaian misalnya, bisa berbeda-beda dan bervariasi di berbagai zaman dan tempat. Masjid Nusantara kental dengan atap berundak-undak dipengaruhi oleh bangunan budaya Nusantara sebelumnya. Sedang masjid yang ada di China bentuknya seperti bangunan pagoda. Bangunan masjid sangat akomodir pada budaya setempat, maka bisa dibuat satu kaidah bangunan masjid, "Masjid paling dekat dengan ibadah mahdah, tetapi paling akomodasi terhadap budaya." Walaupun demikian,
masjid sebagai bangunan suci memiliki persamaan nilai, yaitu semua menghadap ke Kiblat. Islam sebagai agama dalam hubungannya dengan kebudayaan, hanya menggariskan nilai, sedang bentuknya diserahkan pada kreativitas manusia. Karena itu setiap bangsa atau suku punya bentuk pakaian berbeda-beda, refleksinya bisa disaksikan dalam bentuk pakaian jamaah haji di Mekah. Mereka berpakaian  berdasarkan desiner budaya asal daerah masing-masing, tetapi nilainya sama, semua pakaian dari mana pun, walau pusparagam, tetapi memiliki nilai sama, yaitu semua menutup aurat. Artinya, ekspressi pakaian jamaah beraneka macam, namun tidak ada satu yang memperlihatkan aurat mereka.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan mengutip  pandangan Prof. Shahrur bahwa pemahasan Islam termasuk sebuah ekspresi budaya yang bisa bervariasi. Sebagai sebuah ekspresi kebudayaan sangat fleksibel menyesuaikan diri, sejalan perubahan waktu dan tempat. Selengkapnya pendapat beliau sebagai berikut:
أَيْنَ نَبْحَثُ الإسلامَ وكيف نبحثُ؟ فى الأزهر, الزيتون, النجف, أم مكة, قُوْم, بغداد أم فى القدس؟ وهل نبحث عن الإسلامِ بِعيوْنِ الشافعى أو مالك أمْ بعيونِنَا نحنُ اليوم؟ وهل نَلْتَمِسُ الإسلامَ فى الكتب 

أمْ فى الواقعِ, ففى أيِّ واقع؟
(Di mana kita membahas Islam dan bagaimana membahasnya? Apakah di al-Azhar al-Zaitun, Nejeb, ataukah di Mekah, Qum, Bagdad ataukah di al-Qudus, Apakah kita membahas Islam menurut pandangan Syafii atau Maliki atau menurut pandangan masa kini? Ataukah kita mencari Islam dalam kitab-kitab atau dalam realitas mana pun?) Semua dipengaruhi oleh budaya di mana Islam diekspresikan. Hukum kebudayaan dalam Islam tergantung irama perubahan waktu dan tempat.

Wassalam,
Makassar, 19 November 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR