ISLAMISASI DI MASA AWAL(Sejarah Pemikiran Manusia terhadap Misteri)

by Ahmad M. Sewang 

Mubalig di masa awal, tidaklah memperkenalkan Islam langsung secara kaffah (menyeluruh), melainkan via metode tadrij (secara bertahap) bahkan pada masa awal Islam dikembangkan dalam bentuk minimal, yaitu cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Metode itulah yang dipraktikkan three datuks' (tiga datuk) pembawa Islam pertama di Sulawesi Selatan. Sebab jika Islam langsung dikembangkan secara kaffah, maka para pembawa Islam bukannya sukses akan diperoleh,  melainkan kegagalan akan menghadang. Bagaimana seorang Raja yang sedang asyik menikmati kekuasaan, lantas para mubalig memberi tahu bahwa Islam itu tidak mengenal stratifikasi sosia? Bagaimana mungkin seorang mubalig membebani pengikutnya yang baru muallaf dengan enam rukun imam dan mengamalkan lima rukun Islam sekaligus? 
Islam dikembangkan secara tadrij, menurut pandangan pembawa Islam awal, dimaksudakan bahwa yang akan melakukan intensifikasi Islam secara komprehensif adalah generasi sesudah mereka. Sayang ekspektasi mereka tidak mudah dilaksanakan, di antara faktornya adalah mengubah sebuah kebiasaan yang sudah mentradisi tidak semudah membalik telapak tangan. Itu sebabnya generasi sesudahnya tetap menganut Islam secara formal, sehingga Islam yang berkembang adalah Islam formalistik. Secara formal mereka mengakui Islam, tetapi dalam waktu yang sama masih mempraktekkan tradisi pra Islam seperti judi, minum khamar, dan sabung ayam serta kepercayaan pada tradisi Mappande Sasi' (upacara memberi makan kepada dewa laut). Namin, jika kepada mereka dikatakan, “Amalan yang dipraktekkan itu, bukan prilaku Islam,” maka orang yang menegur tadi perlu waspada sebab mereka bisa marah dan mengejarnya dengan parang. Begitu tidak mudah mengubah sebuah tradisi, sampai pada era Imam Lapeo, antara kepercayaan pra Islam masih sulit dibedakan dengan kepercayaan pasca Islam bahkan keduanya tidak mudah dipisahkan. 

Era Imam Lapeo
Imam Lapeo (1838-1952), seorang ulama kharismatik, harus diakui seorang yang banyak memberi kontribusi dalam pembangunan Islam, tetapi di masanya masih bisa disaksikan percampuran antara tradisi dan Islam. Bahkan di masanya pula dapat disaksikan, seperti temuan penulis sendiri bahwa "jika seseorang dalam ancaman bahaya dan menginginkan  pertolongan, mereka meminta tolong pada Imam Lepeo, "selamatkanlah saya ya guruku, Imam Lapeo." Mereka tidak mohon langsung pada Allah Yang Maha Penolong.” Walupun demikian almarhum adalah ulama besar dan telah berhasil merespon terhadap tantangan alam yang penuh misteri di zamannya. Sekarang peninggalan sisa-sisa misteri itu, masih bisa ditemukan di tengah masyarakat. Salah satu contoh adalah hasil penelitian Sdr. Nuranisa yang penulis bimbing sendiri di PPs UIN Alauddin tentang upacara mappande sasi' yang berlokasi di dusun Tangnga-tangnga, Polman. Upacara semacam ini, masih ditemukan di Tana Mandar sebagai sisa-sisa peninggalan kepercayaan masa lalu.

Laut adalah alam yang penuh misteri. Tidak seorang pun yang tahu, berapa hasil laut yang akan didapat setiap berangkat mencari rezki di laut. Belum lagi jika tiba-tiba laut mengamuk dengan badai yang mengkibatkan banyak kurban. Ke mana nyawa mereka? Tidak ada yang tahu. Mintalah pertolongan pada dewa laut. Mulailah muncul kepercayaan bahwa semua yang ada di alam ini memiliki dewa (Tuhan). Di mana-mana ada dewa, ada dewa gunung, dewa pohong, dewa laut yang perlu kenduri sesembahan yang disebut, "Mappande Sasi'." Itulah tugas kita, termasuk STAIN Majene untuk mencerahkan masyarakat dan mendudukan pada proporsi yang sesungguhnya. Tetapi, menurut prediksi saya bahwa upacara Mappande Sasi' paling lama bisa bertahan satu dekade lagi, sesudah itu akan berlalu ditelan zaman. Sebab upacara yang dilaksanakan sekarang tanpa roh, sebagian masyarakat tidak percaya lagi. Upaca tetap dilaksanakan hanya untuk kebutuhan komersil wisatawan.

Wassalam,
Makassar, 24 September 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR