KHAZANAH SEJARAH: BERJUANG MEMERLUKAN KEYAKINAN DAN KESABARAN (1)

by Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, MA.

Seri tulisan ini, sekaligus sebagai jawaban beberapa pertanyaan pada tulisan hari Senin lalu. Penulis berterima kasih atas respon dari teman-teman yang tidak bisa disebut namanya satu per satu, baik yang merespon positip atau pun bersikap kiritis, bagi penulis semuanya merupakan al-sarwah atau sebuah kekayaan dalam khazanah pengetahuan penulis untuk langkah berikutnya. Dalam buku terakhir yang berjudul, "Persatuan Umat dan Saling Memahami Perbedaan," penulis mengutip pendapat seorang ulama besar, Abdul Azim al-Zarqani, tidak mudah membangun persatuan umat, tetapi beliau tetap memberi optimisme dengan mengatakan, "Jika ada cita-cita mulia yang kegagalannya diperkirakan 99% dan masih hanya ada 1% kemungkinan berhasil, maka lebih baik mengembangkan yang 1% itu. 

Penulis memiliki pengalaman pribadi dari penelitian disertasi di negeri "Kincir Angin" selama setahun penuh. Ketika Three Datuk's melakukan islamasasi di kerajaan Gowa, mereka mengembangkan Islam minimal yang penting bersahadat lebih dahulu, sebab jika langsung Islam kaffah yang dikembangkan, bukannya islamisasi akan berhasil, tetapi kegagalanlah akan menghadang. Mengingat kentalnya tradisi masyarakat waktu itu yang kontradiktif dengan ajaran Islam sendiri. Menurut, Datuk Tallua, "Yang akan melakukan intensifikasi Islam agar masyarakat bisa mengetahui Islam secara lebih baik adalah nanti generasi penyebar Islam berikutnya." Jadi dalam berjuang perlu optimisme,  keyakinan, dan kesabaran, serta akal sehat dan selalu mempertimbangkan rambu-rambu dalam masyarakat. Islam tidak boleh dipaksakan kepada siapa pun. Dari metode mpenyebaran Islam yang berbeda tersebut, telah membuahkan hasil yang berbeda, Islam pada awalnya di pesisir utara Jawa lebih singkretis dibanding Islam di Sulawesi Selatan pada awalnya menganut Islam formalistik. Secara formal mengaku Islam tetapi dalam waktu yang sama juga melaksanakan amalan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Andai kata ada yang berpendapat bahwa mempersatukan umat sebuah pekekerjan sulit bahkan utopia, pendapat  itu pada kurun tertentu ada benarnya, yaitu jika yang diinginkan lansung melihat hasilnya. Penulis mendapat pengalaman berharga dari kearifan penyebar Islam pertamai Sulawesi Selatan di atas pada awal abad ke-16. Inilah yang memberi kesadaran baru sehingga penulis tidak berpretensi sama sekali bahwa Persatuan Umat akan berhasil di masa hidup penulis, tetapi boleh jadi baru berhasil setelah beberapa generasi berikutnya, yaitu setelah tulang belulang penulis sudah hancur dalam tanah. Paling penting perjuangan dilakukan secara kontinu, tidak pernah berhenti, walau dilakukan dengan sangat sedehana, tetapi selalu ada upaya meneruskan dari generasi ke generasi, seperti upaya penulis adalah lanjutan dari upaya H. Fadli luran sebelumnya dan jika ditelusuri ke belakang akan sampai ke Three Datuk's bahkan akan sampai kepada Nabi Muhammad saw. Bukankah definisi islamisasi  oleh M.C. Riclefs, Ilmuwan Australia yang ahli sejarah Indonesia,  berpendapat, "Islamisation is a process which has continued down to the present day," yaitu sejak kedatangan Islam pertama kali, sampai sekarang terus menerus islamisasi itu berlangsung. Teori ini bisa ditarapkan pada pribadi setiap orang, misalnya pada diri penulis sendiri mengenal Islam sejak anak-anak dan berlangsung terus menuju penyempurnaan. Jadi sampai sekarang menurut teori Riclefs, Islam penulis belum sempurna, karena itu harus secara kontinu belajar terus-menerus sampai ajal datang menjemput. Artinya, tidak boleh ada orang yang mengklaim bahwa dialah paling sempurna 

Insya Allah seri tulisan yang akan datang akan diperkenalkan tentang perjuangan yang mulanya dianggap utopia dalam kurun waktu tertentu, berubah jadi kenyataan di kemudian hari  perlu pula dijelaskan bahwa ide dari setiap tulisan, tetap terbuka dan memerlukan sikap kritis dari teman-teman agar nantinya kita mengusung ide bersama dalam persatuan umat. Akhirnya, penulis mohon bahwa semua respon akan ditampung lebih dahulu dan tidak akan dijawab secara spontanitas, melainkan jawaban itu bisa disimak pada seri berikutnya. Sehingga penulis mendapatkan kesempatan berpikir secara jernih. Sayang sekali, kemampuan menulis sudah tidak seperti biasa, sehingga hanya bisa menulis sekali atau dua kali seminggu. Apalagi setiap seri tulisan ini juga dimuat di koran.

Wassalam,
Makassar, 2 Juli 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR