Khotbah/Ceramah KHAZANAH SEJARAH: MENGHINDARI WABAH PENYAKIT MENULAR: Dalam perspektif Sejarah Islam


Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, MA.
 
Bagian Pertama
Penyebaran  virus corona (covid-19) semakin meluas. Menurut data Johns Hopkins University (JHU), virus corona sudah menyebar hingga ke 119 negara. Fenomena covid-19 yang muncul di awal tahun 2020 ini semakin lama semakin membuat kekhawatiran di seluruh dunia. Bagaimana tidak, virus yang muncul pertama kali di kota Wuhan provinsi Hubei, China, telah memakan korban lebih dari 2600 nyawa dan menginfeksi sekitar 80.000 jiwa atau lebih.
Covid-19 yang sampai saat ini belum ditemukan penangkalnya telah merambah hampir ke seluruh negara-negara besar di dunia. Mulai dari China, Korea Selatan, Singapura dan lainnya di daratan Asia, hingga ke Italia, Prancis, Jerman, dan lainnya di daratan Eropa. Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi mengumumkan bahwa kasus virus corona telah berjangkit di Indonesia dan sudah 172 dinyatakan positif.

Menyikapi pandemi global ini, hendaklah kita tidak kehilangan akal seha, sehingga menyebabkan panik berlebihan.  Kita memang perlu melakukan ikhtiar untuk menghindarinya sambil mohon perlindungan kepada-Nya,sepert  berfirman-Nya:
“Maka Allah adalah sebaik-baiknya penjaga dan Dialah Maha Penyayang di antara para penyayang”. (QS Yusuf, Ayat 64).

Berlindung kepada Allah dengan ikhtiar dan penuh yakin bahwa tidak ada penyakit yang Allah turunkan, kecuali ada juga obat yang diturunkan bersamanya, seperti sabda Nabi:
(إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ خَلَقَ الدَّاءَ خَلَقَ الدَّوَاءَ فَتَدَاوَوْا ) رواه أحمد (12186) وحسنه الألباني.
“Sesungguhnya Allah ketika menciptakan penyakit maka ia menciptakan penyembuhnya, maka berobatlah”. (HR. Ahmad (no:12186) dan dihasankan oleh Imam Albani)

Ikhtiar  yang dimaksud adalah dengan melakukan usaha pencegahan agar virus ini tidak menular kepada diri kita atau kepada orang-orang di sekitar kita. Ikhtiar bisa dilakukan dalam skala individu maupun skala berjamaah. ikhtiar adalah usaha untuk mencapai sesuatu atau yang diinginkan. Ikhtiar dalam skala individu dilakukan dengan mengikuti cara-cara yang dianjurkan oleh para ahli dalam bidang ini, seperti disiplin memelihara kebersihan, rutin menjaga kesehatan, mencuci tangan, memakan makanan yang baik dan halal, memakai masker di keramaian, serta menghindari keluar rumah bila tidak perlu serta menjaga jarak atau social distancing. Adapun ikhtiar dalam skala berjamaah, bisa dilakukan dengan cara mencegah agar virus tidak merambah ke skala yang lebih luas lagi seperti melakukan isolasi kepada mereka yang terkena virus atau mereka yang dicurigai terkena virus dengan menjaga jarak dan menghindari jabat tangan, cukup mengucapkan salam pada jarak tertentu. Setelah berikhtiar, kita pun perlu bertawakkal, yaitu berserah diri kepada Allah, tetapi setelah melakukan ikhtiar maksimal. (Bersambung)

Wassalam,
Makassar, 18 Maret 2020

Bagian Kedua
Menurut kisah seorang sahabat Nabi saw., Anas bin Malik, pada suatu hari ada seorang laki-laki berhenti di depan masjid untuk mendatangi Rasulullah. Unta tunggangannya dilepas begitu saja tanpa ditambat. Rasulullah bertanya, ''Mengapa unta itu tidak diikat?'' Lelaki itu menjawab, ''Saya lepaskan unta itu karena saya percaya pada perlindungan Allah swt. Rasulullah menegur secara bijaksana, ''Ikatlah unta itu, sesudah itu barulah kamu bertawakal.'' Lelaki itu pun lalu menambatkan unta itu di sebuah pohon kurma. Suatu penjelasan yang gamblang mengenai tawakal yang telah diajarkan Rasulullah saw. lewat peristiwa itu. Bahwa sesudah manusia berikhtiar, lalu menyerahkan hasilnya pada ketentuan Allah, itulah tawakal menurut ajaran Islam.

Kalau di atas setelah unta diikat dengan baik, ternyata tetap hilang juga, itulah yang dinamakan takdir. Terhadap keputusan takdir, tidak satu pun dapat kita lakukan, kecuali menerimanya dengan tulus ikhlas, sembari berharap, semoga di balik takdir itu ada hikmah yang bisa diperoleh.
      Allah swt. berfirman:
…ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ٣ 

 ''Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan untuknya jalan keluar (dari kesulitan), dan akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, Maka Allah akan mencukupkan (keperluannya).'' (Q.S. 65: 2-3).
 
Setelah melakukan ikthtiar, maka pada akhirnya semua kita serahkan kepada Allah. Kita bertawakkal kepada-Nya. Karena hidup dan mati kita sebagai seorang hamba semua berada di tanganNya. Allah berfirman:
(قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ)
“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam”. (QS Al-An’am, Ayat 162)

Keteladanan Nabi dan Praktik Umar Bin Kattab

Dari Abdurrahman bin Auf yang mengutip sabda Rasulullah saw. sehubungan peristiwa wabah penyakit di masa Umar bin Khattab r.a. 
أَنَّ عُمَرَ، خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ "‏ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ ‏"‏‏
 "Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilayah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad saw. pernah berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhori).

Akhirnya, mereka menggelar musyawarah bersama kaum Anshar dan Muhajirin, guna memutuskan apakah akan melanjutkan perjalanan atau kembali. Keputusan Khalifah Umar untuk tidak melanjutkan perjalanan, tidak serta merta diterima begitu saja.  Abu Ubaidillah seorang panglima kaum muslim bertanya,  "Apakah engkau lari dari takdir Allah?"  Kalifah Umar menjawab, "Memang dirinya lari takdir Allah, untuk menuju pada takdir-Nya yang lain." Pendapat Umar di atas, telah mengantar kepada keputusan bulat bahwa semua sahabat bersepakat kembali ke Madinah. Inilah cara yang diteladankan Umar r.a. yang telah melakukan isolasi negeri Syam yang dalam bahasa masa kini disebut lockdown.

Wassalam,
Makassar, 19 Maret 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR