Respons Pemuka Masyarakat Terhadap Forum Komunikasi Kerukunan Antarumat Beragama Pasca Kerusuhan di Maluku
Forum Komunikasi Antarumat
Beragama (FKAUB) merupakan forum yang dibentuk atas inisiatif Kanwil Dep. Agama
Maluku. Pembentukan forum sudah dilakukan sejak lama, bahkan pembentukannya
dilakukan sejak awal-awal pemerintahan Orde Baru, yaitu bersamaan dengan
munculnya SK bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI tentang
Kerukunan Hidup Umat Beragama.
Namun, akhir-akhir ini, FKAUB
tanpak tidak aktif lagi. Menjelang berakhirnya Orde Baru, seiring dengan
bermunculan fenomena-fenomena konflik di nusantara, baik konflik bernuasa
etnik, agama, bahkan politik, maka aktifitas forum tersebut tampak terhenti.
Lebih khusus di Ambon , yang nota bene pernah
dilanda konflik bernuansa agama selama lebih kurang 5 tahun, aktifitas FKAUB
pun terhenti.
Proses pengaktifan kembali
forum tersebut dilakukan pada tahun 2002. Pengaktifan kembali FKAUB di Kota Ambon dimulai dengan menyusun pengurus baru. Pada proses
pembentukannya, Kanwil Agama mengundang berbagai tokoh agama mulai dari tingkat
provinsi seperti pemimpin-pemimpin lembaga keagamaan beserta beberapa pengurusnya,
tokoh-tokoh agama di setiap kabupaten bahkan dari berbagai desa. Beberapa kali pertemuan yang dilakukan di
Hotel Aman pada tahun 2002, melahirkan beberapa kesepakatan. antara lain adalah kesepakatan para tokoh agama untuk
menghentikan konflik dan membangun kembali interaksi yang harmonis antar
berbagai penganut agama. Selain itu disepakati pula untuk mengaktifkan kembali
FKAUB yang sempat fakum beberapa waktu akibat konflik. Forum ini disusun dengan
formasi yang baru, dengan nama Forum Komunikasi Kerukunan Antar Umat Beragama
(FKKAUB)
Namun legalitasi FKKAUB
mendapat tantangan dari berbagai tokoh agama. Setelah legalitas FKKAUB
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah TK. I.
Maluku, beberapa tokoh agama dan masyarakat kurang
reponsif. Mereka kurang setuju atas pembentukan forum yang tampaknya top down
tersebut.
Kehendak ini didasari oleh pengalaman bahwa lembaga
semacam itu (FKKAUB) telah lama dibentuk, bahkan telah ada sebelum kerusuhan
melanda Ambon . Akan tetapi lembaga tersebut
tidak berperan secara maksimal dalam membina kerukunan umat beragama. Hal ini
disebabkan karena forum tersebut hanya
sebatas mempertemukan tokoh-tokoh agama dalam suatu pertemuan sewaktu-waktu.
Menurut Sekretaris MUI bahwa
kami sebetulnya tidak menolak pembentukan FKKAUB tersebut. Hanya, ada
pengalaman-pangalaman di saat sebelum kerusuhan, terdapat suatu forum semacam
itu yang dibentuk oleh pemeritah. Forum tersebut dibackup oleh banyak dana dan
bahkan dalam bentuk proyek-proyek di Departemen Agama, akan tetapi tidak
berfungsi secara maksimal dalam membina kerukunan antar umat beragama. Dapat
dibayangkan begitu banyak dana proyek
yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pembinaan tersebut akan tetapi kondisi
kerukunan antar umat beragama itu membuyar dan pada saat kerusuhan. Dampak dari program-program tersebut tidak
tampak. Bahkan tindakan-tindakan anakhis dan saling serang antar penganut agama
yang terjadi.
Mantan Ketua STAIN Ambon tersebut lebih lanjut menjelaskan, bahwa
berdasarkan kondisi-kondisi tersebut masyarakat mengambil kesimpulan bahwa
forum yang dibentuk sebelumnya tidak mengakar ke dalam masyarakat. Forum
tersebut terkesan hanya merupakan pertemuan para tokoh agama dan para pejabat.
Karena itu efektifitas pembinaan kerukunan umat beragama tidak maksimal.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut maka patutlah kita mencari suatu
model pembinaan kerukunan antar umat beragama yang lain. Forum kerukunan umat
beragama yang diinisiasi oleh pemerintah hendaknya diminimalisasi agar tidak
terkesan top down, yang pasti akan berdampak serupa sebelumnya. Dewasa ini
sudah saatnya untuk lebih memperhatikan insiatif-inisiatif masyarakat sebagai
upaya pengembangan keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan bangsa termasuk
pembinaan kerukunan antar umat beragama. Karena itu forum-forum,
organisasi-organisasi bahkan lembaga-lembaga dan semacamnya yang muncul dari
masyarakat seyogyanya didukung dan bahkan dikembangkan baik pembinaannya maupun
kwantitasnya.
Menanggapi tentang Ketua MUI
sebagai salah satu unsur ketua dalam FKKAUB, Mantan Kepala Bidang Penerangan
Agama Islam di Kanwil Dep. Agama Maluku itu menyatakan, bahwa berdasarkan
pengalaman-pengalaman dahulu forum itu selalu melibatkan tataran elit agama dan
pemeritahan dan tidak berupaya
melibatkan masyarakat bawah. Karena itu pembentukan forum itu sebagai upaya
peningkatan kerukunan hidup antar umat bergama ,
tidak efektif.
FKKAUB merupakan suatu program
nasional, di seluruh provinsi di Indonesia forum tersebut dibentuk
oleh Departemen Agama. Di Maluku pun juga dibentuk. Sebagai program pemerintah
kami patut menghargai kebijakan tersebut, forum tersebut tetap ada. Akan tetapi
keterlibatan tokoh-tokoh agama pada forum tersebut tidak maksimal, sebab selama
dibentuknya, pasca kerusuhan, kegiatan-kegiatan forum itu diinisiasi dan dilaksanakan oleh Kanwil Dep Agama Maluku.
Kami sebagai tokoh agama hanya datang memenuhi undangan pertemuan. (Idrus
Latukonsina, Wawancara: 3 Maret 2006)
K.H.Ali Fauzi meresponi forum
kerukunan antar umat beragama sepanjang forum tersebut berfungsi sebagai wadah
pembentukan keharmonisan berhubungan antara anak bangsa. Bila forum tersebut
dijadikan sebagai sarana untuk kepentingan-kepentingan tertentu maka forum
tersebut tidak efektif adanya. Ketua Badan Imarah Muslim Maluku (BIMM) itu
lebih lanjut menyatakan manusia ini hidup penuh dengan kepentingan. Sepanjang
ada perbedaan pendirian dan keyakinan maka di situ pasti ada kepentingan. Akan
tetapi bila forum itu dibuat untuk menciptakan keharmonisan bermasyarakat, maka
forum itu bagus adanya. Jadi fokus kegiatan forum diharapkan hanya berkaitan
dengan aspek sosial: kepentingan bersama, kemasyarakatan, dan yang didialogkan
itu tidak menyinggung masalah-masalah keyakinan beragama. Dalam sebuah buku
yang dibacanya menggambarkan betapa besar kepentingan penganut agama tertentu
terhadap keyakinan suatu agama yang lain, sehingga ada upaya-upaya untuk
merusak keyakinan agama tersebut. Apapun wadah yang mempertemukan keyakinan
antar dua golongan yang berbeda pasti tidak akan ketemu.
Mantan Ketua Pengurus
Muhammadiyah Maluku ini lebih lanjut menanggapi keberadaan forum sebelum
kerusuhan. Menurutnya, FKKAUB sudah ada sebelum kerusuhan melanda Ambon . Akan tetapi kegiatan-kegiatannya forum tersebut
tidak aktif dalam membina kerukunan umat beragama. Ternyata, adanya lembaga
tersebut tidak berhasil meningkatkan kerukunan umat beragama, malah yang timbul
kemudian adalah hal-hal yang merugikan berupa perceraiberaian antara warga
negara dengan munculnya kerusuhan yang terjadi pada tahun 1999-2001 yang
dipelopori oleh penganut agama tertentu.(Ali Fauzi, Wawancara: 4 Maret 2006)
Pendeta Hendrick menyatakan
bahwa kami (para tokoh agama ) tidak berarti menolak pembentukan FKKAUB. Akan
tetapi saat ini kita sangat membutuhkan suatu
inisiatif yang muncul dari masyarakat dalam upaya memulihkan kondisi Ambon . Proses-proses keberagaman tidak bisa dilihat
sebagai sebuah proses struktural (yang dipaksakan dari atas). Proses struktural itu penting akan tetapi
proses-proses membangun masyarakat yang aman, keharmonis dan damai yang tumbuh dari bawah (button up) itu pun perlu
dijalankan.
Menanggapi tentang proses
pembentukan FKKAUB, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Teologia ini menyatakan bahwa,
pendekatan sturktural ini selalu menggunakan kekuasaan. Agama tidak bisa
didekati dengan pendekatan kekuasaan. Proses-proses bersama dalam membangun
bangsa harus tumbuh dari bawah. Itu tidak berarti bahwa forum antar umat bergama tidak penting.
Forum semacam itu juga penting.
Jadi masalahnya terletak pada
aspek kebijakan itu. Para tokoh agama
menyadari bahwa intervensi kebijakan
keagamaan oleh pemerintah perlu diminimalisasi atau dikurangi. Proses-proses
kerjasama antar penganut agama mesti muncul dari situasi kesenangan masyarakat. Proses-proses kerjasama antar penganut agama
itu tidak mungkin dilakukan dengan pendekatan struktural (paksaan).
Walaupun kegiatan-kegiatan
FKKAUB berjalan dengan berbagai macam pertemuan-pertemuan, dialog-dialog dan
seminar-seminar antar tokoh agama. Akan tetapi kita tidak membutuhkan
pertemuan-pertemuan sejenak yang membicarakan bebagai permasalahan bangsa yang
berkaitan dengan kehidupan beragama, lalu setelah pertemuan itu, selesai pula
kegiatan itu. Kalau kita ingin membangun sebuah format kehidupan beragama, maka
upaya yang harus dilakukan adalah membangun sejarah yang bersifat transformatif, agar
proses-proses dialog antar umat beragama tampak dalam tatanan kehidupan
masyarakat.
Lebih lanjut ia menyatakan
kelemahan yang dilakukan selama ini dalam membangun kehidupan beragama. Ia
menyarankan bahwa pembinaan kehidupan beragama
harus menyentuh aspek-aspek yang real dari kehidupan masyarakat. Kita
tidak bisa membangun kehidupan beragama karena ada proyek pemerintah. Gejala
ini berlaku di mana-mana, bukan hanya di Maluku. Karena itu kebersamaan itu
tidak boleh diproyekkan akan tetapi mesti dibangun dari sebuah kesadaran
kemanusiaan.
Oleh karena itu harus ada
proses bersama. Jadi kami membutuhkan proses-proses kehidupan bermasyarakat dalam membangun
tatanan masyarakat yang harmonis, damai dan aman yang tentunya harus tumbuh
dari kesadaran mayarakat pula. (I.W.J. Hendriks, Wawancara: 6 Maret 2006)
Mgr P.C. Mandagi Msc
memberikan masukan kepada Kanwil Dep. Agama dalam suatu pertemuan saat rencana
pembentukan FKKAUB. Beliau menyatakan bahwa forum tersebut sebaiknya tidak usah
dibentuk, karena hal tersebut terkesan dipaksakan (top down). Hal ini
disebabkan karena lembaga serupa juga sudah pernah ada pada sejak orde baru,
akan tetapi tidak efektif membina kerukunan hidup umat beragama sampai pada
tatanan masyarakat bawah.
Lebih lanjut Uskup Ambonia
menyatakan bahwa saat ini FKKAUB tidak berjalan sebagai mana mestinya. Pada
awal-awal pembentukannya ada beberapa
kegiatan yang dilakukan antara lain dialog-diaog, seminar-seminar dan
pertemuan-pertemuan antar tokoh agama. Demikian halnya dengan kami diundang
sebagai salah satu nara
sumber dalam suatu temu pemuda se Maluku. Akan tetapi akhir-akhir ini,
kegiatan-kegiatan forum tersebut tidak tampak lagi (Mandagi, Wawancara: 4 Maret
2006).
Penurunan kegiatan forum
tersebut disebabkan oleh adanya dualisme kepengurusan. Para pengurus yang
tercantum dalam SK Gubernur tentang FKKUAB itu menempatkan para ketua
lembaga-lembaga keagamaan di Maluku seperti Ketua MUI, Ketua GPK Sinode, Uskup,
Ketua Parisada Hindu dan Ketua Parisada Budha. Akan tetapi manajerial
kegiatan-kegiatan FKKUAB selama ini diinisiasi dan dilaksanakan oleh Dep.
Agama.
Karena itu menurut uskup,
bahwa pembentukan forum tersebut sangat terkait dengan pendanaan. Uskup selalu
mencurigai bahwa pembentukan forum tersebut selalu dihubungkan dengan
rencana-rencana kegiatan proyek-proyek pembinaan kerukunan antar umat beragama
yang dilakukan oleh pemerintah. Beliau menyarankan bahwa proyek tersebut
sebaiknya diserahkan kepada kami yang mengelolanya. Departemen Agama
dalam hal ini hanya sebagai pengawas dan pengevaluasi kegiatan proyek tersebut.
(Mandagi, Wawancara: 4 Maret 2006).
FKKAUB tidak jalan sebagai
mana mestinya. Ada
beberapa hal yang menjadi penyebab. Antara lain adalah program-program forum
tampaknya diinisiasi oleh pemerintah. Sejak pembentukannya pada tahun 2003.
sebagian besar kegiatan-kegiatan pertemuan yang dilakukan oleh forum,
diprogramkan oleh pemerintah. Dan kegiatan itu hanya intensif pada tahun-tahun
awal. Sedangkan dua tahun terakhir ini kegiatan forum tampak tidak jalan.
Keadaan ini diakui sendiri oleh Kepala Bidang Humas Kanwil Dep.Agama. Kanwil
Dep.Agama baru dalam proses pembuatan Rencana Kerja secara umum termasuk dalam
kegiatan pembinaan kerukunan antar umat beragama. Hal ini disebabkan oleh
karena pengaruh akibat konflik sampai saat ini masih terasa. Sebagian besar
fasilitas saran dan prasarana kantor baik gedung, mobiler dan asip-arsip
perkantoran sementara dibenahi. (Wawancara 6 Maret 2006)
Sebab yang lain adalah
berkurangnya koordinasi antara Kanwil Agama dengan pengurus-pengurus FKKAUB.
Keadaan ini dirasakan oleh pejabat lama
Bidang Humas Kanwil Dep. Agama. Ia menyatakan bahwa setelah ia dialihtugaskan
dari Bidang Humas ke Bidang Urais tampak terasa kegiatan-kegiatan yang
berkaitan kerukunan hidup umat beragama kurang dikomunikasikan kepada
unsur-unsur ketua FKKUAB.(Wawancara, 6 Maret 2006)
Komentar