Penanaman Nila-Nilai Agama di RA Al-Khaerat Aimasi Manokwari



 Ada beberapa upaya yang dilakukan di RA Al-Khaerat untuk menginternalisasikan nilai-nilai agama kepada peserta didik:
1.      Pembiasaan
Usia 4-6 tahun, merupakan masa peka dalam perkembangan aspek berpikir logis anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensinya. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi lingkungan dan mengasimilasikan atau menginternalisasikan ke dalam pribadinya. Masa ini merupakan masa awal pengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama. Oleh karena itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangannya tercapai secara optimal. Tanda bahwa anak berkembang optimal mengejawantah pada perilaku sehari-hari yang pada gilirannya menjadi kebiasaan hidup.
Khusus pada nilai-nilai agama, pembiasaan dilakukan berkaitan dengan aqidah, ibadah maupun akhlak. Dalam aqidah guru RA Al-Khaerat menanamkan kepada peserta didik dengan membiasakan mengucapkan kalimat-kalimat tahlil, tasbih, takbir, tahmid, talhiyah, basmalah, sifat-sifat Allah, asmaul husna, menganal Nabi Muhammad dan para nabi dan rasul, malaikat, dan lain-lain Pembiasaan mengucapkan kalimat-kalimat thayibah bertujuan untuk memberikan stimulus dan penyadaran (penanaman pemahaman) kepada peserta didik akan adanya Allah.[1]
 Kalimat-kalimat ini dibiasakan untuk diucapkan pada setiap hari baik dalam kegiatan awal, inti, bermain maupun akhir. Pembiasaan dilakukan dengan peserta didik diajak untuk meniru dan menyuarakan kalimat-kalimat tersebut. Seperti pada saat peserta didik sebelum masuk (kegiatan pembelajaran awal), peserta didik dibimbing oleh guru untuk menyuarakan kalimat-kalimat tersebut baik dengan bernyanyi maupu dengan berseru. Pada kegiatan pembelajaran intipun demikian, seperti, memulai pembelajaran dengan mengajak peserta didik untuk bersama-sama mengucapkan basmalah sebelum belajar, ketika melihan gambar – binatang, pohon, peserta didik sekolah – cantik, maka gurupun dengan serentak mengajak peserta didik untuk meneriakkan kalimat tasbih dan takbir, setelah mengerjakan tugas guru pun mengajak peserta didik untuk mengucapkan tahmid. Pada kegiatan makan dan istirahat pun demikian. Pada saat memulai makan, peserta didik dibimbing untuk mengucapkan doa sebelum makan, pada saat menikmati enaknya makanan misalnya rasa manisnya susu, rasa gurinya ikan,gurupun mengajak peserta didik untuk mengucapkan kalimat tahmid; dan setelah selesai makan guru membimbing peserta didik untuk membaca doa setelah makan.  Dalam keadaan istirahat, peserta didik dominan bermain di luar kelas namun masih tetap dalam pengawasan guru untuk menanamkan pembiasaan mengucapkan kalimat-kalimat thayibah, seperti ada seorang peserta didik yang tampak usil terhadap temannya, maka gurupun menegur peserta didik tersebut dengan mengucapkan kalimat thayibah “masyaa’a al- llah”.[2] Tujuannya adalah agar kedua peserta didik itu lebih mengenai bahwa dalam setiap perilaku kita harus dikaikan dengan keberadaan Allah. Pembisaan pengucapan kalimat thayibah yang menanamkan nilai-nilai aqidah pada peserta didik juga dilakukan pada saat kegiatan penutup dengan cara bernyanyi dan berseru. Khusus pembiasaan dalam mengenal sifat-sifat Allah, asmaul husna, nama nabi dan malaikat dilakukan dengan cara bernyayi dan berseru pada kegiatan pembelajaran awal dan akhir.
Pembiasaan dalam hal ibadah pun demikian. Beberapa ibadah yang telah diajarkan pada peserta didik adalah, berwudu, gerakan salat, bacaan salat, berpuasa Meskipun pembiasaan berwudu, gerakan dan bacaan salat, dan berpuasa ini tidak dilakukan setiap hari, tetapi penanaman akan kewajiban melakasanakan salat bagi setiap muslim dilakukan, dengan membiasakan menyampaikan untuk mendirikan salat kepada peserta didik setiap hari pada kegiatan pembelajaran akhir.  Guru menyampaikan agar peserta didik mendirikan salat (lima waktu salat) ketika tiba dirumah. Penyampaian ini dilakukan agar peserta didik terbiasa mendengar ajakan salat dengan harapan ajakan tersbeut tertanam dalam ingatannya tentang kewajiban mendirikan salah bagi setiap muslim.[3]
Penanaman berperilaku akhlak pun ditanamkan melalui pembiasaan. Penanaman akhlak dengan membiasaan peserta didik menghormati guru, Berbicara dengan sopan dan tidak berteriak; menyapa teman dan orang lain,  selalu mengucapkan terima kasih jika memperoleh sesuatu, mendengar dan memperhatikan teman berbicara, mau memohon dan meminta maaf, senang bermain dengan teman, bersikap jujur, suka menolong, sabar menunggu giliran, antusias ketika melakukan kegiatan yang diinginkan, memberi dan membalas salam, dan lain-lain. Pembiasaan berakhlak mulai ini dilakukan pada kegiatan pembelajaran awal, inti, makan/istirahat, dan akhir.
2.    Pembelajaran Terpadu.
Pembelajaran terpadu merupakan suatu proses pembelajaran atau pendekatan belajar mengajar yang melibatkan/mengaitkan berbagai bidang studi. Seperti dipahami bahwa ada tujuh[4] aspek pengembangan yang ditentukan dalam kurikulum PAUD dengan sejumlah tema-tema[5] pembelajaran. Ketujuh aspek pengembangan ini terpadu dalam setiap tema pembelajaran. Keterpaduan setiap aspek pengembangan dalam setiap tema pembelajaran tersebut yang diimplementasikan oleh guru RA Al-Kaherat. Namun dalam setiap pembelajaran aspek agama (PAU) yang mendominasi rancangan pembelajaran. Dominasi aspek pengembangan moral, nilai-nilai agama dan PAI tersebut tergambar dalam rencana Kegiatan Mingguan yang telah disusun.
Pada kegiatan pembelajaran harian, tampak dominasi aspek penamanan ajaran agama dilakukan. Contoh pada pembelajaran tema Diri Sendiri Sub Tema Identitas Diri. Maka aspek PAI yang diajarkan adalah pembiasaan mengucapkan dua kalimat syahadat, dengan maksud menanamkan pemahaman kepada siswa bahwa dirinya penganut agama Islam dan harus percaya Allah adalah Tuhan dan Muhammad adalah Nabinya. Demikian halnya pada pembelajaran inti ketika akan memenuhi aspek pengembangan kognitif misalnya. Indikator yang akan dicapai adalah  meniru lambing bilangan vocal dan konsunan, maka contoh-contoh yang diberikan bernuasa Islami, seperti huruf A dengan menyebut Allah, huruf N dengan menyebut Nabi, dan lain-lain. Demikian halnya dengan aspek pengembangan bahasa dengan indikaor yang akan dicapai adalah menyebut nama-nama benda yang bunyi huruf awalnya sama, maka contoh-contoh yang disampaikan adalah Islami. Seperti benda yang awalannya A maka guru memulai dengan menyebut Al Quran,  S adalah sajadah, dan lain-lain, lalu peserta didik menyambungnya dengan nama-nama yang lain.[6] Pada pengembangan motorik halus dengan menggambar (memperjelas garis-garis gambar) atau mewarnai, maka yang ditugaskan adalah lembaran tugas yang bergambar peserta didik sedang salat, dan lain-lain. 

3.        Pembudayaan Lingkungan Religius
 Budaya agama adalah merupakan upaya menanamkan perilaku atau tatakrama yang tersistematis dalam pengamalan agama sehingga terbentuk kepribadian dan sikap yang baik (akhlaqul Karimah) serta disiplin dalam berbagai hal[7]. Pembudayaan agama dalam satuan pendidikan meniscayakan keterlibatan semua komponen satuan pendidikan, seperti kepala sekolah (PAUD) dan guru.
Membudayakan ajaran agama telah diprektekkan di RA Al Khaera dalam sistem pembelajaran. pembudayaan itu dimulai oleh kepala RA dan guru dalam penanaman nilai-nilai agama. Seperti guru menunjukkan wajah yang cerah menyapa peserta didik dengan salam/atau menjawab salam. Jika bertemu di luar kelas hendaknya mengucapkan salam dan berjabat tangan. Guru berpakaian islami. Memulai pembicaraan dengan mengucapkan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi SAW, mengucapkan basmalah dan salam ketika memulai dan selesai  pelajaran, berdoa sebelum dan sesudah belajar, Jika hendak menjelaskan pelajaran di atas papan tulis, menulis basmalah terlebih dahulu, agar kalimat itulah yang pertama kali dilihat oleh peserta didik. Dengan demikian, para siswa tahu bahwa setiap akan memulai aktivitas harus dimulai dengan membaca basmalah. Dan setelah selesai pelajaran guru hendaknya menutup dengan doa, kemudian mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan salam. Pembudayaan ini dilakukan setiap hari.[8]




[1] Sitti Qamariyah,wawancara di Aimasi tanggal    September 2012
[2] Tutik Nursianah, wawancara di Prafi tanggal  September 2012
[3] Tutik Nursianah, di Aimasi  tanggal    September 2012.
[4] Tujuh aspek perkembangan PAUD  (1) Pengembangan moral dan nilai-nilai agama, (2) Pengembangan sosial, emosional dan kemandirian, (3) Pengembangan bahasa, (4) Pengembangan kognitif, (5) Pengembangan fisik/motorik, (6) Perkembangan seni, ditambah dengan  (7). Pengembangan Pendidikan Agama Islam
[5] Tema-tema pembelajaran : Diri sendiri, Lingkunganku, Kebutuhanku, Binatang, Tanaman, Rekreasi, Pekerjaan, Udara, Air dan Api, Alat Komunikasi, Tanah Air, dan Alam Semesta.
[6] Sitti Qamariyah, wawancara di Aimasi, tanggal     September 2012
[7] Wijaya Kusumah, Spd. Makalah,  Menciptakan Budaya Sekolah Yang Tetap Eksis (Sebuah Upaya Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan).
[8] Tutik Nursianah, Wawancara di Prafi dan pengamatan peneliti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR