SUMERY "KERUKUNAN UMAT BERAGAMA PASCA KONFLIK, Studi Kasus di Kab. Alor NTT


Oleh : Badruzzaman

PENDAHULUAN
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menemukan kondisi kerukunan umat beragaman pasca konflik, dan aspek-aspek yang mendukung pemulihan kerukunan tersebut. penelitian ini didasari, bahwa terdapat suatu rentang waktu masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat rukun, saling menghomati dan sopan santun. Namun akhir-akhir ini, gejolak-gejolak sosial yang berbentuk, kerusuhan, penyerangan, kekerasan, bahkan konflik komunal mencuat ke permukaan. Kerusahan di Makassar, tahun 1987, yang hanya dipicu oleh insiden seorang warga keturunan Teonghua tidak waras membunuh seorang anak yang pulang dari masjid mengaji seusai magrib. Pada tahun yang sama di Banjarmasin pun terjadi hal yang serupa. Kerusuhan yang lain adalah kerukunan Ambon dan Poso yang cukup mengganggu situasi kerukunan bangsa Indonesia sebab melibatkan dua komunitas penganut agama berberda, Islam dan Kristen. Kerusuhan-kerusuhan di nusantara pun bermuculan, seperti di Kupang (tahun 1998), dan Mataram (tahun 2000); kerusuhan bernuansa etikpun muncul, seperti antara Suku Madura dangan Suku Dayak di Sambas (tahun 1996-1999) dan Sampit (2001); bahkan kerusuhan bernusansa politik, seperti GAM di Aceh, Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua.
Kerusuhan-kerusuhan tersebut di atas menampakkan bahwa kondisi kerukunan yang dibangun selama ini kurang efektif. Pola pembinaan kerukunan hidup umat beragama yang top down, yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru tidak atau kurang mencapai kedalaman kesadaran umat beragama yang mampu menumbuhkan sikap lapang dada menerima adanya berbedaan, ”setuju dalam perbedaan”
Secara sosiologis, konflik merupakan aspek dinamis dari interaksi sosial. Konflik merupakan suaru gejala yang wajar terjadi dalam setiap masyarakat yang senantiasa menglalami perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Menurut Coser, konflik tidak selamanya bersifat negatif melainkan juga dapat bersifat positif dalam hal membantu mewujudkan rasa persatuan dan kesadaran akan hidup bermasyarakat. Saat ini, kesadaran kebersatuan mulai tumbuh. Konflik-kinflik multidimensi yang pernah menimpah bangsa Idonesia berangsur menuju pemulihan. Kegaitan-kegiatan sosiai, agama, politik telah berjalan sedia kala.
Sejalan dengan itu, pola pembinaan kerukunan umat beragama perlu pula mengambil bentuk lain. Pendekatan lain yang apiratif dengan menggali potensi sosial budaya masyarakat - yang dapat menggatikan pola lama yang top down - perlu dipertimbangkan. Lebih dari itu kebijakan-kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan pembinaan kerukunann hidup umat beragama perlu berdasarkan pada penggalian situasi sosial budaya masyarakat. Kondisi kehidupan sosial keberagamaan masyarakat perlu digali terus menerus dalam rangka merancang suatu program kebijakan pembangunan keagamaan khususnya kebijakan yang bekaitan dengaan kerukunan hidup umat beragama.
TEMUAN PENELITIAN
Aktivitas keagamaan intern agama berjalan cukup kondusif. Kasus konflik berupa pelecehan terhadab kitab suci Alquran tanpaknya tidak merubah kondisi kehidupan beragama di Alor. Setiap penganut agama dari berbagai jenis agama melaksakan kegiatan keagamaan, baik berupa peribadatan, pembanguan rumah ibadah, penyiaran agama dan perayaan hari besar keagamaan dilaksanakan dengan perasaan aman dan bebas. Tidak pernah seorangpun yang menyatakan rasa ketidakmanannya dalam melakukan kegiatan-krgiatan keagamaan. Demikian pula sebaliknya tak seorang pun penganut agama yang menyatakan rasa ketergangguannya atas pelaksanaan kegaitan keagamaan yang dilakukan oleh penganut agama tertentu. Bahkan terdapat kerjasama yang baik antar berbagai penganuu agama pada hal pembangunan rumah ibadah. Bila suatu rumah ibada akan dibangun maka penganut agama g lain pun ikut andil menyumbangkan saran material dan dana.
Interaksi sosial antar penganut agama pun kooperatif, baik di bidang sosial budaya, ekonomi dan pemerintahan. Di bidang pendidikan kerjasama itu berwujud pada suatu lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta memberikan kesempatan kepada penganut agama lain untuk diangkat sebagai tenaga pengajar. Di bidang perekonomian kerjasama hubungan antara majikan dan buruh, sendangkan dibidang politk, ialah penempatan orang-orang yang berbeda agama pada jabatan-jabatan tententu.
Peran pemerintah dalam pemeliharaan kerukunan hidup umat beragama cukup aktif. Keterlibatan tersebut telah dirancang dalan suatu program kerja dengan berbagai bentuk kegaitannya. Selain itu, pemeritah Kabupaten Alor saat ini membentuk suatu organisasi yang berugas untuk memprogramkan kegaitan-kegiatan yang berkanan dengan kerukunan umat beragama, yaitu Lembaga Komunikasi Tokoh Agama (LKTA). Lembaga ini sengaja dibuat untuk lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kerawanan hubungan antar umat beragama. Jadi fokus kegiatan LKTA adalah secara khusus berkaitan dengan kerukunan hidup umat beragama. LKTA bergerak pada aspek-aspek yang krusial dalam kaitan hubungan antar umat beragama itu, misalnya berkaitan dengan kasus-kasus kerukunan yang muncul. Setelah terbentuknya LKTA ini maka program kerukunan umat beragama yang dulunya ditangani oleh pemerintah, diserahkan kepada LKTA. LKTA-lah yang menyusun program-program kerukunan itu lalu Pemda Alor hanya menfasilitasi berupa sarana dan dana.
REKOMENDASI
Keterusikan kondisi kerukunan terkadang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah/jawatan tertentu. Karena itu, pemerintah diharapkan lebih aspiratif dalam menetapkan suatu kebijakan. Pengambilan kebijakan yang dampaknya bersentuhan langsung dengan masyarakat atau komunitas tertentu, apatah lagi komunitas agama yang sangat sensitif karena menyangkut keyakinan keagamaan, hendaknya melibatkan berbagai segmen masyarakat.
Kondisi pluritas dalam kehidupan masyarakat tidak cukup untuk dapat membangun masyarakat multikultural. Akan tetapi kesadaran masyarakat terhadap pluralitas pun dibutuhkan. Masyarakat multikltural yang dibangun hendaknya kemudian tidak berdampak pada pelemahan keyakinan keagamaan suatu penganut agama sehingga peralihan agama sangat mudah walau hanya dengan alasan perkawinan.
Kekuatan dukungan masyarakat terhadap pranata budaya lokal efektif untuk mengantar masyarakat kepada bangunan masyarakat multikultural. Karena itu kegiatan-kegiatan pembinaan kerukunan umat beragama hendaknya direncanakan/diselenggarakan dengan mengkombinasikan dengan kegiatan-kegiatan yang bernapaskan pranata budaya lokal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR