SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KATOLIK DI ALOR

Oleh : Badruzzaman

Masyarakat Alor mengenal Agama Katolik, berawal dari empat pemuda yang berpetualangan ke Makassar. Keempat pemuda itu adalah Leimai Langwa (anak kelahiran kampung Manegeng Alor Timur), Salomon Malley (berasal dari Woibila Alor Selatan), Simon Moy (berasal dari kampung Watakika Alor Barat Daya) dan Yoseph Abel Kudja (berasal dari Tongbang Alor Barat Laut).
Leimai Langawa diperantuannya berkenalan dengan seorang penganut Agama Katolik, ia pun menyatakan diri untuk menganut agama tersebut dengan bukti pembabtisan pada tahun 1928 dengan nama Laurensius, namun ia baru mulai bersaksi sebagai orang Katolik (aktif dalam kegiatan peribadatan keagamaan) pada tahun 1946. Laurensius Leimai Langawa kembali ke Alor pada tahun 1928.
Pada tahun yang sama Salomon Asalang pun kembali dari Makassar membawa muatan iman Katolik pula. Ia juga enggang untuk aktif dalam kegiatan keaagaman. Namun keenggangan tersebut tidak berlarut. Pada tahun 1946 ia mulai bergiat menjadi saksi hidup ajaran Katolik.
Demikian halnya dengan Simon Moy yang kembali dari Makassar pada tahun 1940. Ia merupakan penganut Katolik pertama yang kehadirannya diragukan, bahkan tidak diijinkan untuk bersaksi sebagai orang Katolik. Kepala Kampung Watakika, Lambertus Alkalea melarang keras kehadiran dan kesaksian Simon Moy. Namun pada tahun 1946 Simon Moy berhasil mengajak seseorang untuk ikut menganut agama Katolik, sebagai bukti kesaksian dan kerasulannya.
Yoseph Abel juga kembali dari Makassar pada tahun 1931. Ia menyatakan drinya menganut agama Katolik di hadapan Pastor De Bruin di tanah kelahirannya sendri. Ia telah berhasil mengajak 7 orang untuk menganut Agama Katolik.
Tercatat, bahwa pada 24 Desember 1931 merupakan awal perkenalan Agama Katolik kepada orang banyak di Alor, yaitu 7 orang. Perkenalan menumental tersebut berlangsung di mengenang Hari Natal di rumah bapak Theofilus Tapaka Duka. Saat itu merupakan awal penting bagi Gereja Katolik Alor dalam melaksaksanakan peribadatan sebab telah mendapat isin dari Raja Alor Pantar Bapak Umar Balanai Watang Nampira.
Saat itu, penganut agama Katolik bertamba 7 orang. Tiga bulan berikutnya penganut agama katolik telah mencapai 77 orang. Sehingga pada tanggal 25 Maret 1932 bapak Theofilus Tapaha Duka mengumumkan hari resmi berdirinya Agama Katolik di Tombang dan Dopbina. Kegiatan kerasulan (pribadatan) pun mulai digalakkan. Pembagian tugas mulai djabarkan. Yoseph Abel Kudja menjadi guru agama di Tongbang, dibantu Ayub Tapaha Duka, dan Wilhemus Maulaja. Sedangkan penanggung jawab umat wilayah Tombang adalah Bapak theofilus Tapaha Duka. Hingga pada tahun 1941 jumlah penganut agama katolik telah mencapai 194 orang.
Di Dopbina, Yonhanes Tang Laobang dan Zakarias Laa Maroo menjadi guru agama sedangkan bapak Petrus Duka menjadi penanggung jawab umat. Namun Yohanes Tang Lobang meninggal dunia pada tahun 1942, iapun digantikan oleh Martius Mauduka.
Semua kegiatan kerasulan (peribadaan) mulai berjalan dengan baik. Beberpa surat catatan penting dikirim ke Makassar. Terutama surat pernyataan umat Katolik yang telah menyatakan diri untuk memeluk agama Katolik. Surat pernyataan tersebut disampaikan kepada pastor De Bruin di Makassar.
Pastor De Bruin akhirnya meminta palayanan kegembalaan dari Larantuka untuk umat Katolik di Alor. Akan tetapi dua tahun lamanya menunggu orang yang dimaksud tidak kunjung tiba. Rupanya Yoseph pun jadi kesal.
Yoseph akhirnya terpengaruh menjadi umat jamaat Protestan. Ia beralih menganut agama Protestan. Bahkan ia menjadi penginjil di Gereja Protestan Tabolang tahun 1933-1934.
Pada tanggal 30 Juni 1934 seorang Misionaris pertama, Pastor Prieslertiba dari Larantuka..Pastor Priesler saat itu menghadap Raja Nampira dan memohon izin untuk bertemu dengan umat Katolik Alor. Raja memanggil Yoseph Abel Kudja untuk menjemput Pastor Priesler. Pastor Priesler lalu dibawa ke Tombang dan Dupbina (saat itu Yoseph Abel Kudja beralaih kembali menjadi penganut Katolik). Pada saat ini pulalah umat Katolik perdana mulai dibabtis oleh Pastor Prosler.
Selesai kunjungan dan kegiatan ini, pastor kembali ke Larantuka. Ia bersama Yoseph Abel Kudja dan Wilem Maulaka. Yoseph Abel Kudja mengikuti kursus guru agama di Larantuka selama satu bulan, Sedangkan Wilem Maulaka kegiatan yang sama di Lawoleba, Hadakewa. selama beberapa bulan. Selesai kegiatan tersebut merekapun kembali. kembali ke Tombang. Sedangkan Wilem Maulaka kembali ke Alor.
Bulan September 1941, Uskup Atambua, saat itu Mgr. Jacobus Passer SVD, berkunjung ke Alor. Seminggu pastor tersebut berada di Alor dengan beberapa kegiatan. Kegiatan utamanya adalah melakukan palayanan Sakramen Permandian dan Komini kepada sembilan orang. Kegiatan yang lain adalah mengupayakan pengadaan sebidang tanah di Mata Air tingkat Satu dengan sebuah rumah untuk ditempati para penganut Katolik.
Umat Katolik pun berkembang, kian hari semakim banyak umat Katolik. Pimpinan gerja lokal mulai aktif untuk membimbing dan melayani umat secara rutin. Lalu berdasarkan surat penunjukan Uskup Atambua (vikariat Apostolik) tahun 1950, Poster Konijn, SDV mulai menetap di tengah umat Katolik Alor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR