KONDISI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI ALOR NTT


Oleh : Badruzzaman

Makalah ini merupakan penggalan dari Laporan Hasil Penelitian yang Berjudul Kerukunan Umat Beragama Pasca Konflik, Studi Kasus di Kab. Alor NTT.


Aktifitas Keagamaan

Pelaksanaan ibadah bagi umat beragama di Kabupaten Alor cukup kondusif. Penganut agama melasaknakan kegiatan peribadatan cukup bebas. Para penganut agama merasakan aman, dan bebas dalam melaksanakan segala aktifitas ibadah mereka. Setiap penganut agama, baik Kristen Protestan, Islam, Katolik maupun Hindu merasakan hal itu.

Penganut agama Kristen sebagai penganut yang mayoritas di Kabupaten Alor merasa aman dalam melaksanakan peribadatan. Kondisi tersebut ditandai dengan kebebasan penganut agama tersebut melaksanakan sejumlah macam peribadatan tanpa ada tekanan dari pihak-pihak tertentu. Ada beberapa peribadatan yang sering dilakukan oleh penganut agama Protestan. Kegiatan peribadatan tersebut adalah antara lain ibadah pada hari-hari tertentu, kunjungan jemaat secara bergililir, upacara penyembanhan natura dan non natura, perayaan Hari Natal, peringatan Hari Paska, hari kenaikan Yesus Kristus, pemujaan kudus dan oikumene dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh para penganut agama Kristen dengan rasa nyaman.

Para penganut agama Kristen Protestan juga tidak pernah mengajukan beberapa keadaan ketidakamanan dalam menjalankan peribadatan. Pendeta Prederik Pulinggomang, S.Th, menyampaikan bahwa selama ini tidak pernah ada seorang dari penganut agama Kristen Katolik yang mengadukan ketidakamanannya dalam melaksanakan kegiatan pribadatan. Ketidakamanan yang dimaksud berupa tekanan, terror atau semacamnya atas pelaksanaan peribadatan yang dilakukan selama ini.

Demikian pula sebaliknya, lanjut Polinggomang, masyarakat yang menganut agama lain pun tidak merasa tergganggu atas pelaksanaan peribadatan tersebut. Selama ini tidak pernah ada penganut agama lain yang mengajukan kepadanya, atau yang disampaikan oleh sesama penganut agama Kristen Protestan, bahwa ada penganut agama lain yang merasa terganggu atas pelaksanaan peribadatan yang salama ini dilakukan oleh umat Kristen Protestan.

Penganut agama Islam pun merasakan hal yang sama. Penganut agama Islam merasakan aman dan bebas dalam melaksanakan kegiatan peribadatan tanpa ada tekanan dari pihak-pihak tertentu. Kondisi tersebut ditandai dengan kesemarakan penganut agama Islam dalam melaksanakan semua bentuk peribadatan. Beberapa peribadatan yang sering dilakukan oleh penganut agama Islam adalah antara lain, shalat lima waktu, puasa dalam bulan Ramadhan, pengupulan zakat dan pembagiaannya, hari raya lebaran, kegiatan kurban dan haji. Khusus pada kegiatan pelaksnaan haji, semua istansi pemerintah, baik Pemda, Keimigrasian dan Departeman Agama, yang nota bene mayoritas pajabat dan karyawannya menganut agama Kristen Protestan, ikut terlibat dalam kepengurusan tersebut. Keadaan tersebut cukup membuktikan bahwa penganut agama Islam, mengalami suatu keadaaan yang kondusif dalam melaksanakan peribadatan.

Dalam pelaksanaan peribadatan tersebut, tak seorang pun penganut agama Islam yang pernah menyatakan ketidakamanannya dalam melaksanakan peribadatan. Menurut H. Amin Thahir, Ketua MUI dan Ruski Bere, BA, seorang ulama, bahwa selama ini tidak pernah seorang penganut agama Islam yang menyatakan ketidakamaannya dalam melaksanakan peribadatan. Demikian pula sebaliknya tidak pernah ada seorang pun dari penganut agama lain yang merasa terganggu atas pelaksanaan peribadatan tersebut

Penganut agama Karolik dan Hindu pun merasakan aman dan bebas dalam melaksankakan peribadatan. Menurut Agustinus Asamal, S.Ag.,Pengawas Penda Katolik, dan Ida Wayang Budha Gaufame, ketua organisasi penganut agama Hindu, bahwa mereka melakasanakan peribadatan tanpa ada tekanan apapun dari pihak tertentu. Mereka tidak pernah menerika laporan adanya ketidak amanan dari, baik penganut agama Katolik dan Hindu maupun penganut agama lain, atas peribadatan yang dilakasanakan selama ini.

Bahkan kerjasama dalam pribadatan pun terjadi. Kejasama dalam peribadatan selalu dilakukan oleh penganut agama kristen Protestan dan Kristen Katolik. Kerjasama peribaatan itu berupa kebaktian oikumene. Kebaktian ini merupakan kebaktian gabungan gereja-gereja, semua gereja baik gereja Proterstan maupun gereja Katolik. Keadaan ini sudah berlangsung sejak dahulu. Menurut Agustinus Asamal, S.Ag. Pengawas Penda Katolik, bahwa kebaktian gabungan ini teralh dialami sejak masih kecil, yaitu sekitar tahun 70-an. Kegiatan kebaktian ganubngan ini dilakukan secara bergilir setiap tahun, seperti pada tahun ini 2004 yang kebagkitan oikumene gabungan gereja ditempatkan di Gereja Protesetan sedangkan tahun 2005 direncakanan di Gereja Katolik. Umat Katolik, umat Protestan melakukan kebaktian bersama di gereja tersebut. Demikian halnya dengan mimbar khubah, masing-masing agama menyimah khotbah dari penganjur agama masing-masing

Pendirian rumah ibadah merupakan salah satu masalah yang sensitif dalam kehidupan beragama. Setidaknya terdapat beberapa kasus pendirian rumah ibadah dibeberapa daerah. Hal ini karena rumah ibadah merupakan salah satu simbol yang mempunya makna dalam dalam ajaran agama.

Kasus-kasus rumah ibadah di Kabupaten Alor tampaknya belum pernah mencuak kepermukaan. Kasus perselisihan pendirian rumah ibadah antara penganut agama Kriteani dan Islam belum pernah terjadi di Kabupatern Alor.

Pendirian rumah ibadah di Kabupatern Alor selau didasarkan pada ketentuan-ketetuaa yang ada. Rumah ibadah yang didirikan selalu berdasarkan planologi dan atas izin dari Pemerintah Daerah.

Bila suatu penganut agama akan mendirikan rumah ibadah, maka keterlibatan berbagai pihak dalam pembagunan tersebut cukup tinggi. Pihak-pihak yang dimaksud adalah masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemerintah, bahkan pengantut agama lain pun ikut terlibat. Ada budaya kegotongroyongan masyarakat dalam hal pendirian rumah ibadah.

Menurut Pendera Pendeta Prederik Pulinggomang, S.Th, ada budaya yang berkembang di masyarakat dalam hal pendirian rumah ibadah. Misalnya suatu gereja yang akan di buat maka beberapa komponen dari bangunan gereja itu diperoleh dari hasil sumbangan penganut agama Islam. Penganut agama Islam mengambil andil dalam membantu berupa semen, papan, atap dan lain-lain. Demikian halnya bila suatu rumah ibadah tersebutt akan diatapi, maka proses pengatapan tersebut tidak dilakukan sebelum ada ketelibatan tenaga dari saudara penganut agama Islam. Demikian sebaliknya bila saudara dari penganut agama Islam akan mendiri Mesjid, maka sebagian dari komponen bangunan tersebut diperoleh dari hasil bantuan dari saudara-saudara yagn menganut agama Kristen. Hal yang sama dalam proses pengatapan masjid tersebut, harus menunggu ketertlibatan tenaga dari penganut agama Kristen.

Menurut Agustinus Asamal, bahwa tahun 2004 di Pantar terdapat kegiatan tabisan gereja. Yang mana dihadiri oleh umat Katolik dan Bapak Uskup. Panitia pembangunan gereja tersebut adalah kepala desa yang muslim. Saat itu juga di hadiri oleh bapak Camat yang penganut agama Protestan. Selain itu dalam tahun 2005 ini beberapa bulan setelah penelitian dilakukan terdapat pula kegiatan memasangan kuba masjid di Pantar. Semua yang trelibat sebagai pekerja pada pemasangan kuba tersebut adalah non muslim. Saat pemasangan itu pihak pemerintah, Binmas katolik, dan Binmas Protestan diundang untuk hadir. Sementara itu dalam bulan Juli 2005 ini ada pembangunan gereja Katolik di Alor Kecil. Dalam kegiatan penggalian pondasi gereja tersebut, sekitar 200 orang berasal dari penganut agama Kristern Protestan. Secara sepontan di hari minggu itu, setelah disampaikan oleh Pendeta masyarakat pengantu agama Kristen Protestan turun menggali pondasi gereja tesebut.

Prederik Pulinggomang, labih lanjut mengatakan bawa kebiasaan yang ditanamkan oleh para leluhur ini sudah berlangsung sejak dahulu. Kebiasaan tersebut didukung oleh kearifan budaya lokal yang berkembang sejak dahulu, yaitu Bela, Taramiti tominuku, dan proses amalgation (kawin campur) . Bela adalah suatu pernjanjian persuadaraan tidak saling mencela, membenci, memarahi, dan menyakiti, Taramiti tominuku berarti walupun kita berbeda-beda tetapi tetap satu, sedangkan amalgation (kawin campur) adalah antara keluraga penganut agama Kristen dan Islam sudah terjadi saling kawin-mawin sejak dahulu.

Demikian halnya dijelaskan oleh Drs. Simon, Fina Kepala Kandep. Agama kbupatern Alor, bahwa ia sangat terharu melihat kebersamaan masyarakat alor, ia baru melihat suatu masyarakat yang penuh dengan kekeluargaan dan kegotongroyongan membangun rukmah ibadah. Putra kelahiran Kupang tersebut melanjutkan bahwa, baru dua tahun ia ditugaskan sebagai penjabat Agama di kabupatern Alor, dirasakan sangat betah tinggal di daearh ini.

Kegiatan penyiaran agama atau dakwah agama di Kabupaten Alor pun berjalan dengan baik. Setiap agama menjalankan kegiatan tersebut dengan senantiasa memperhatikan keanekaragaman etink dan agama di Alor. Penganjur agama tertentu dalam melaksanakan kegitanan penyiaran agama, pada umumnya, dilakukan kepada penganut agama yang sama. Pendeta Kristen Protestan melakukan kegiatan tersebut di hadapan umat Kristen protestan. Demikian halnya dengan penganut agama Islam, katolik dan Hindu.

Penganut agama Kristen Protestan dalam melakukan kegiatan penyiaran aggama merasakan aman dari gangguan pihak tertetu. Kegitan keagaman yang sering dilakukan adalah bekhutbah di gereja atau di rumah-rumah. Keadaan ini disebabkan oleh karen isi khutbah yang disampaikan berkaitan dengan materi yang bermanfaat untuk memperdalam tingkat keimanan, dan etika yang baik.

Kegiatan penyiaran agama yang dilakukan oleh penganut agama Protestan cukup aman. Para penganjur agama tidak pernah menerima pengaduan dari umat Protestan tentang ketergangguannya dalam menjalankan penyiaran agama tersebut. Demikian sebaliknya tidak pernah ada seorang pun dari penganut agama lain yang menyatakan ketergangguan atas pelaksanaan kegiatan tersebut.

Hal yang sama dialami oleh penganut agam Islam. Ruski Bere, BA, menyatakan bahwa kegiatan dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh pada ulama di Alor sangat kondusif. Tampaknya bawah penganut agama lain sudah memahami bahwa kegiatan tersebut merupakan kegiatan keagamaan yang patut untuk dihargai dan dihormati. Masing-masing penganut agama di negara ini memiliki kebebasan untuk menjalankan peribadatan termasuk kegitan penyiaran keagamaan.

Keadaan yang kondusif itu pula didukung oleh tidak pernah terjadi gejolak antar umat beragama yang diakibatkan oleh kegiatan penyiaran agama. Tak seorang pun di antara penganut agama Islam yang pernah menyatakan ketergangguannya dalam mejalankan kegiatan tersebut. Demikian sebaliknya, tidak seorangpun dari penganut agama lain yang pernah menyatakan ketegangguannya oleh kegiatan penyairan agama yang dilakukan oleh penganut agama Islam.

Keadaan serupa dialami oleh penganut agama Kristen Katolik dan Hindu. Agustinus Asamal, S.Ag.,Pengawas Penda Katolik, dan Ida Wayang Budha Gaufame, menyatakan yang serupa dengan penyataan P. Polinggomang dan Ruski Bere di atas.

Ada suatu hal dapat menjadi bibit permasalahan kerukunan, yaitu pralihan agama. Di kabupaten Alor proses peralihan suatu agama ke agama memiliki tingkat keseringan yang tinggi. Pada umumnya peralihan tersebut dari menganut agama Kristeani ke Islam atau sebaliknya.

Peralihan agama ini memiliki sebab. Sebab-sebab yang diidetifikasi adalah perkawinan, dan kemauan sendiri. Peralihan agama yang disebabkan oleh kemaunan sediri sangat beragam bentukya. Ada seorang yang beralih agama diakibatkan karena menerima ilham melalui mimpi, ada karena ia pernah mendengar satu khutbah atau ceramah sehingga terketuk hatinya untuk beralih agama, dan ada pula karena terlibat diskusi kecil dengan kawannya dari penganut agama lain, sehingga ia beralih agama.

Menurut Drs Wahid, Rusdi Bere, dan P. Polinggomang, bahwa penganut agama yang beralih agama mayoritas disebabkan oleh perkawinan. Namun P. Polinggomang lebih melihat kepada adanya bujukan. Peralihan agama yang terjadi di kabupatern Alor ini sebetulnya disebabkan oleh karena adanya bujukan dari penganut agama. Proses perkawinan yang nyatakan sebagai penyebab mayoritas peralihan agama sebetulnya didahului oleh suatu bujukan.

Proses peralihan agama ini tampakya memunculkan sedikit gejolak. Gejolak tersebut berupa pihak keluarga yang penganut agama yang beralih agama tersebut terkadang menyampaikan keberatannya kepada tokoh agama yang lain. Drs. Wahid mayatakan bahwa, ia sering mendapatkan penyataan kebaratan dari keluraga penganut agama Kristen karena anaknya atau saudaranya beraalih ke agama Islam. Menurut Ketua Yayasan Al-Ikhas) suatu yayasan yang bergerak pada pemberian keamanan dan perlindungan hukum terhadap para Muallaf) ini, para saudara kita yang menganut agama Kristen menyatakan bahwa peralihan agama itu tanpa terlebih dahulu disampaikan kepada kami dan tanpa rembukkan sebelumnya.

Namun gejolak itu hanya sebatas penyampaian pernyataan. Drs. Wahid selanjutnya menyatakan bahwa, sebab kami telah mengatakan bahwa kebebasan memilik agama bagi warga negara dan telah diatur oleh undang-undang, kamipun memperlihatkan aturan-aturan itu itu. Selain itu kami pula membuatkan sebuah surat pernyataan menganut agama Islam lalu kami kirimkan kepada keluarga Muallaf tadi, dan kepada instansi-instansi pemerintahan yagn terkait, seperti pengadilan agama, pengadilan negeri dan pemeritah setempat. Karena itu gejolak yang berakibat benturan fisik antar sesama umat beragama tidak pernah terjadi.

Penganut agama Islam yang beralih menganut agama Kristen pun tidak sedikit. Terdapat pula banyak kasus peralihan agama dari agama Islam ke Kristen bahkan Hindu. Peralihan tersebut pada umumnya disebabkan oleh perkawinan.

Penganut agama Hindu pun demikian. Menurut bapak Ida Wayang Budha Gaufame, bahwa empat anaknya semua mengunut agama non Hindu. Ada yang menganut agama Kristen Katolik, ada yang menganut agama Kristen Protestan, dan Hindu.

Difahami bahwa persoalan peralihan agama juga merupakan hal sangat sensitif memunculkan konflik. Namun hal itu tidak pernah terjadi di Kabupaten Alor. Bapak P. Polinggomang dan Amin Thahir menyatakan bahwa konflik antar agama disebabkan oleh peralihan agama tidak pernah terjadi di Kabupaten Alor. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena proses beralihan agama ini sudah sangat lumrah bagi masyarakat Alor. Peralihan agama yang disebabkan oleh perkawinan sudah sering terjadi sejak dahulu. Jadi di antara rumpun keluarga di Alor telah menganut berbagai agama, Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katolik, bahkan Hindu. Keadaan pembauran agama telah terjadi pada tingkat keluarga.

Perayaan hari besar keagamaan di Kabupaten Alor juga berjalan cukup kondusif. Setiap agama melaksanakan kegiatan tersebut dengan perasaan aman dan bebas. Penganut agama Kristeani (Protestan dan Katolik) melaksanakan perayaan Hari Natal cukup meriah dengan semangat keagamaan dan kekeluargaan tiap tahun.

Dalam pelaksanaan kegitatan perayaan keagamaam semacam itu, umat kriasteani saling kunjung mengunjugi guna mempererat persudaraan seaggama. Antrara penganut agama Nasrani yang satu mendatangi rumah pengautn agama Nasranani yang lain unutk mengucapkan selamat melaksanakan atau merayakan hari Natal.

Tidak hanya sesama agama, akan tetapi penganut agama lain pun ikut dalam kegiatn tersebut. Tidak sedikit penganut agama Islam maupun agama Hindu yang ikut dalam kegiatan tersebtu. Penganut agama Islam yang sejawat atau bertetangga dengan penganut agama Nasrani juga ikut andil dalam memberikan ucapan keselamatan menjalankan hari raya Natal. Mereka mendatangi rumah-rumah umat Kristeani untuk mempererat hubungan persaudaraan bahkan kekeluargaan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk Kabupaten Alor saling berrhubungan dara (keluarga) tanpa memperhatikan perbedaaan agama.

Demikian halnya bila umat Islam melaksanakan kegiatan hari raya. Hari Ryua Idul Adha dan Idul Fitri yang tiap tahunnya dirayakan oleh umat Islam pun dilaksanakan dengan penuh semagant keagamaan, persaudraan dan kekeluaragan. Penganut agama Islam mendatangi lapangan-lapangan tempat dilaksanakan salat Id, tanpa ada sedikt ganngguan dari pihak tertetentu. Penganut agama lain yang mayoritas Kristen Proterstan ikut andil dalam menjaga ketertiban dan keamanan penganut agama Islam dalam menjalankan hari Raya.

Seusai itu, umat Islam saling bersilaturrahin antara satu dengan yang lain. Merekapun saling kunjung-mengunjungi untuk mengucapkan selamat menunaikan hari Raya Id degan penuh persaudaraan dan kekeluaragaan.

Penganut agama lainpun ikut serta dalam perayaan tersebut. Penganut agama Kristen pun turut mengunjungi penganut agama Islam yang sedang merayakan hari raya lebaran. Mereka mendatangi rumah-rumah penganut agama Islam dan mengucapkat selamat menunaikan ibadah hari raya dengan penuh persaudaraan dan kekeluargaan.

Demikian halnya dengan penganut agama Hindu bila sedang melaksnakan hari raya. Mereka saling kunjung mengunjungi. Penganut agama lainpun – Krsterani dan Islam -- ikut berkunjung dan mengucapkan selamat melaksanakan hari raya.

Karena itu pelaksnaan hari raya yang dilakukan oleh semua penganut agama cukup tertib dan penuh dengan rasa aman. Tidak seorang pun dari suatu penganut agama yang pernah mengajukan rasa keberatannya atau ketergangguannya atas pelaksanaan hari raya yang dilakukan oleh penganut agama lain. Demikian sebaliknya tidak seorangpun penganut agama mengadukan rasa ketergangguannya melaksanakan perayaan hari raya keagamaan kepada pemuka agama.

Interaksi Sosial Umat Beragama

Interaksi sosial masyarakat Kabupaten Alor di bidang sosial budaya cukup koperatif. Hal ini ditandai dengan tidak adanya kasus konflik yang terjadi akibat ativitas masyarakat di bidang sosial budaya.

Pada aspek pendidikan, interaksi sosial masyarakat cukup koperatif. Selama ini memang belum pernah ada suatu ikatan kerjasama yang melibatkan antar berbagai penganut agama di bidang pendidikan, seperti pendirian lembaga pendidikan hasil kerjasama antaran dua atau lebih orang yang berlaian anutan agama. Yang ada hanya berupa lembaga pendidikan yang dibina langsung oleh Dinas P dan K, yang mana stas, tenaga pengajar dan unsur pimpinan lembaga pendidikan dilkelolah oleh berbagai person yang menganut agama berbeda.

Agustinus Asalam, S.Ag. penganut agama Katolik menyatakan bahwa ia sekarang ini diminta untuk mengajar pendidikan agama di suatu sekolah dasar dan sekolah tingkat menegah. Kepala sekolahnya penganut agama Kristen Protetan, terdapat beberapa staf dan guru penganut agama Islam dan mayoritas penganut agama Kristen Protestan.

Selain itu terdaat pula beberapa sekolah yang dibina oleh yayasan Keagamaan seperti, Sekolah Katolik (SMP Katolik) Madrasah dan lain-lain yang tenaga pengajarnya menganut agama berlainan. Di SMP Katolik, ada beberapa guru yang menganut agama Islam seperti bapak guru yang mengajar Bahasa Inggris, namanya Bapak Umar. Saat ini di SMP Katolik cukup banyak guru yang menganut agama Kristen Protestan. Sedangkan di SMA Katolik pun terdapat guru yang menganut agama Islam. Ada seorang guru wanita dari Jawa yang mengajar Matetatika, ia seorang muslimah.

Pengangkatan guru agama pun telah dilakukan. Dibeberapa sekolah umum negeri yang siswanya terdiri dari berbagai jenis agama.telah memiliki guru agama. Jadi siswa yang menganut agama Islam akan diajaur oleh guru agama Islam, siswa yagn menganut agama Kristen Protestasn diajar oleh guru agama Protestan, demikian halnya dengan siswa yang menganut agama Katolik dan Hindu. Bila jadwal pelajaran agama telah tiba maka siswa penganut agama Keisten dan Katolik masing-masing menempati kelas tersendiri, sedangkan siswa yang menganut agama Islam menuju meejid untuk belajar agama Islam.

Siswa yang belainan agama itupun saling berintekasi dengan baik. Mereka saling berintekasi dalam beragai jenis kegiatan pendidikan, tanpa pernah ada kasus konflik bernuasa agama pada lembaga pendidikan yang yang mencuat.

Dalam kegiatan-kegiatan kependidikan, misalnya penerimaan siswa baru, diklat staf atau guru, atau penyuluhan-penyuluhan kependidikan di masyarakat, semua unsur dari berbagai agama dilibatkan. Terkadang ketua penitia seorang yang menganut agama Islam dan sekeretarisnya adalah penganut agama Protestan, Bendaharanya adalah penganut agama yang lain, demikian sebaliknya.

Kompetisi positif dibidang pendidikan pun sering terjadi. Kegitan kompetisi dibidang pendidikan seperti lomba-lomba yang bernafaskan pendidikan keagamaan pun sering dilakukan dengan melibatkan berbagai jenis agama. Sebagai contoh yang diungkapkan oleh Bapak Simon Fina, Kepala Kandepag Alor, dan Ruski Bere, BA. bahwa kegiatan MTQ yang dilakukan baru-baru ini diketuai oleh penganut agama Protestan. Sedangkan sekretarisnya adalah pengtuagam Islam. Pada kegiatan tersebut beberapa dari paduan suara Gereja yang menyumbangkan beberapa nyanyian. Demikian sebaliknya pada kegiatan Lomba Paduan Suara Gereja, beberapa dari kalangan Remaja masjid pun ikut andil dalam menyumbangakan beberapa nyanyian.

Dibidang kesehatan pun demikian. Memang mayoritas paramedis dan petugas kesehatan berasal dari penganut agama Kristen Protestan, tetapi tidak berati seorang pun penganut agama lain tidak ada, ada beberapa penganut agama Islam dan Katolik yang menjadi petugas kesehatan.

Kerjasama dalam mengabdikan diri pada kegiatan kesehatan cukup kondusif. Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan kesehatan, seperti pelayangan kesehatan, perawatan, penyuluhan dengan penuh komitmen kerjasama. Hal ini ditandai dengan tidak pernah muncul kasus konflik yang melibatkan antar penganut agama dalam kegiatan kesehatan tersebut.

Pada aspek pelayanan/santunan sosial pun demikian. Kerjasama antar penganut agama berlangsung dengan baik. Menurut. Kepala Kantor Dep Agama, bahwa baru-baru ini ada kegaitan sunatan massal yang dilakukan oleh pemeritah Kecamtan Teluk Mutiara. Ketua panitia kegaitan tersebut adalah penganut agama Kristen protestan sedangkan sekretarisnya adalah penganut agma Islam. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ruski Bere.

Pada kegitan budaya lainnya pun demikian. Seperti pada kegaitan perkawinan, kelahiran (aqiqah) bahkan kematian, kejasama mereka sering dijumpai. Pada kegitan perkawinan, mereka saling membantu dan mengudang. Menghadiri kegaitan perkawian saudara. Sesuai penjelasan terdahulu bahwa ikatan kekeluargaan dari berbagai jenis agama melalui perkawinan sudah terjalin di masyarakat Alor. Bapak Pendeta P.Polinggomang mengatakan bahwa kalau terdapat keluarganya yang menganut agama Islam melangsungkan perklawinan, ia selalu diminta untuk hadir membawakan acara sepatakata dari keluarga. Ia termasuk seorang yang dituakan dalam keluraga.

Kegitan ekonomi di Kabuupaten Alor berjalan cukup lancar. Pada umumnya masyarakat Alor bergerak dibidang pekebunan dan nelayan, dan sebagian pula perdagangan dan pertokoan. Kalabahi merupakan kota terbesar di Alor. Pusat perkantoran dan perekonomian bertempat di Kalabahi.

Umat Islam di Kab.Alor lebih banyak bergerak di bidang nalayan, pertokoan dan pernginapan. Para nelayan setiap hari berangkat ke laut, dan pulang membawa ikan dan dijual ke masyarakat Alor. Demikian pula dengan pertokoan setiap hari mereka membuka tokonya. Sadangkan masyarakat penganut agama Kristen mayoritas bermatapencaharian petani dan berkebun mereka pada umumnya berkebun kenari, singkong, jagung dan lain-lain.

Karena mayoritas bermata pencaharian nelayan, maka masyarakat Islam bermukim sepanjang pesisir pantai. Mereka mendirikan rumah-rumah baik permanen maupun semi permanen di sepanjang pesisir pantai baik di Kota Kalibahi (kota yang berada di pinggitr pantai), Alor Kecil dan Alor Besar. Sedangkan masyarakat penganut agama Kristen mayoritas bermukim agak kedalam (masuk agak jauh dari pesisir pantai sampai ke pegunungan).

Belum terdapat kerjasana formal ekonomi antara penganut agama. Kerjasama formal, melalui suatu pernjanjian ekonomi dan berbadan hukum antara suatu penganut agama dengan penganut agama lain belum ada di Kabupaten Alor. Tampaknya usaha-usala formal sepertin pertokoan, perhotelan, trasnportasi dan lain-lain masih dikelolah dengan atas nama pribadi dan keluarga.

Akan tetapi dalam mengelola usaha tersebut tidak sedikit memperkejakan penganut agama lain. Beberpa nelayan pemilik kapal memperkerjakan penganut agama Kristen sebagai anak buah kapal. Pemilik toko yang berketurunan Teonghua memperkerjakan penduduk asli Alor baik penganut agama Islam maupun agama Kristen. Demikian halnya dengan unit-unit usaha lainnya, keterlibatan dari berbagai penganut agama dalam memperlancar roda perekonomian di Kabupatern Alor cukup aktif.

Demikian halnya di bidang pemerintahan. Penduduk Alor mayoritas penganut agama Karisten tetapi tidak berarti bahwa semua jabatan pemerintahan dimonopoli oleh penganut tersebut. Ada beberapa penganut agama lain yang menduduki jabatan-jabatan tertentu. Seperti misalnya di Biro Bina Sosial, ada beberapa jabatan yang dipangkut oleh penduduk yang menganut agama Islam.

Selain itu, di semua instansi pemerintahan, jumlah karyawan berlainan agama hampir berimbang. Penganut agama Kristen Protestan yang mayoritas sebagai PSN. Kemudian dikuti oleh penganut agama Islam, Katolik dan Hindu.

Hubungan antara penganut agama di bidang pemerintahan pun harmonis. Hal ini dilihat dalam setiap kegaitan-kegiatan,mereka saling berkejasama dengan baik. Di setiap kepanitaian kegiatan kantor, ditempatkan orang-orang tertentu, misalnya ketua penitia dari penganut agama Kristen Protestan dan sekretarisnya adalah muslim, demikian sebaliknya.

Hubungan kerjasaman ini berlangsung dengan baik, karena masyarakat Alor sudah terbiasa bergaul dengan penganut agama yang berbeda. Menurut H. Amir Thahir, keadaaan ini telah berlangsung sejak dahulu. Kehidupan dengan keanekaragaman penganut agama oleh masyarakat Alor sudah dialami sejak dahulu. Amin Tahir sediri mengaku pernah mengecap pendidikan di Sekolah umum Kristen di masa kecil. Karena saat itu tidak ada sekolah selain sekolah tersebut.

Komentar

toko higoat mengatakan…
Mudah-mudahan kerukunan beragama tetap terjalin. Tidak ada lagi saling mengkafirkan apalagi merusak tempat ibadah agama lain.

Salam pluralisme

Postingan populer dari blog ini

STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

SISTEM KEKERABATAN ORANG BUGIS, MAKASSAR, MANDAR DAN TORAJA

SEKILAS SEJARAH MASUKNYA KRISTEN DI ALOR